Nilai Kapitalisasi Membesar, Saham BRIS Naik Kelas di Bursa London

ANTARA FOTO/REUTERS/Brendan McDermid/WSJ/dj
Brendan McDermid/WSJ/ Fasad depan gedung Pasar Bursa Saham New York (NYSE) terlihat di Kota New York, Amerika Serikat, Senin (29/3/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
16/9/2021, 16.02 WIB

Financial Times Stock Exchange (FTSE) Russell melakukan sejumlah perubahan pada konstituen pada Global Equity Index Asia Pacific ex Japan ex China Regional. Perubahan berlaku mulai penutupan Jumat (17/9) atau efektif pada Senin (20/9).

FTSE Russell merupakan indeks saham di Bursa Saham London hasil kerja sama antara FTSE International Limited dan Frank Russel Company. Indeks ini memiliki beberapa kategori di antaranya, indeks 100 perusahaan terbesar, indeks 250 perusahaan besar berikutnya, indeks perusahaan berkapitalisasi kecil (small cap), indeks gabungan 350 perusahaan, dan FT all share index.

FTSE mengeluarkan saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dari jajaran saham dengan nilai kapitalisasi pasar kecil (small cap). Kemudian, saham tersebut dimasukkan FTSE ke dalam jajaran saham dengan nilai kapitalisasi pasar besar (big cap).

Perpindahan kelas tersebut sejalan dengan penggabungan usaha (merger) bank-bank syariah milik pemerintah, yaitu BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah. Nilai kapitalisasi pasar BRIS saat ini mencapai Rp 88,84 triliun.

Senior Vice President Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan, masuknya BRIS ke jajaran big cap, merupakan sentimen positif bagi pergerakan saham tersebut. Pasalnya, FTSE menjadi salah satu acuan para manajer investasi asing untuk masuk ke portofolio saham yang dikelolanya.

Selain itu, faktor yang membuat investor asing masuk adalah peningkatan fundamental dan penerapan kebijakan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). "Di mana sektor banking (sektor perbankan) akan menjadi faktor penting dalam penerapan ESG agar tidak merusak lingkungan," kata Janson.

Janson mengatakan, faktor lain yang membuat saham BRIS bisa menarik adalah adopsi digital. Pasalnya, industri yang menjadi tren dalam 5 tahun ke depan adalah yang cepat beradaptasi dengan digital.

"Salah satu industri adalah bank yang sudah lebih dulu adopsi digitalisasi dengan cepat," katanya. Dengan begitu, efisiensi diperoleh dan konsekuensinya meningkat marjin keuntungan.

Berdasarkan analisisnya secara teknikal, Janson menyarankan untuk melakukan akumulasi beli pada saham BRIS ketika turun di sekitar harga Rp 2.150 per saham. Target harga yang bisa dicapai oleh saham ini di level Rp 2.700 per saham.

Sementara itu, saham yang turun kelas dari indeks berkapitalisasi pasar besar ke berkapitalisasi pasar menengah (mid cap) adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR). Saat ini nilai kapitalisasinya Rp 51,75 triliun. Jika bank sudah melakukan digitalisasi, sektor industri semen tidak punya tren digitalisasi tersebut.

Investor pasar saham tampaknya mulai merespons perombakan konstituen FTSE ini. Pada perdagangan Kamis (16/9), harga saham BRIS ditutup naik 2,87% menjadi Rp 2.150 per saham. Sedangkan saham SMGR ditutup turun 1,97% menjadi Rp 8.725 per saham.

Berdasarkan data FTSE, ada dua saham yang dikeluarkan dari kategorisasi berkapitalisasi kecil yaitu BRIS dan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT). Sementara itu, ada dua saham yang baru masuk dalam jajaran small cap yaitu PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO) dan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).

Harga saham BWPT pada perdagangan hari ini ditutup stagnan di harga Rp 74 per saham. Begitu juga saham BFIN yang stagnan di harga Rp 1.100 per saham. Sedangkan, saham investor merespons positif masuknya AGRO ke small cap, karena hari ini ditutup naik 6,96% ke Rp 2,460 per saham.

Reporter: Ihya Ulum Aldin