Harga Batu Bara Pecah Rekor, Indeks Saham Sektor Energi Melonjak 6,3%
Harga batu bara berada dalam tren kenaikan dan memecahkan rekor harga tertinggi, dan mempengaruhi kenaikan harga saham emiten sektor pertambangan batu bara di pasar modal. Terbukti, indeks sektor energi naik 6,36% pada sesi pertama perdagangan saham hari ini.
Pada perdagangan 27 September 2021, harga batu bara ICE Newcastle (Australia) mencapai US$ 202,95 atau setara Rp 2,8 juta (asumsi kurs Rp 14.201/US$) per ton untuk pengiriman Oktober atau tertinggi sejak 2009.
Harga batu bara naik 7,21% dibanding akhir pekan lalu, 23 September, sebesar US$ 189,3 per ton. Jika dibandingkan sejak awal tahun (year to date), harga batu bara melonjak hingga 148,26% dari US$ 124,25 per ton. Dalam perhitungan tahunan (year on year), harga batu bara moreket hingga 245,15% dari US$ 58,8 per ton.
Kenaikan harga batu bara juga terlihat dari penetapan harga batu bara acuan (HBA) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada September 2021 sebesar US$ 150,03 per ton. Angka tersebut naik 14,54% dibandingkan HBA Agustus 2021 sebesar US$ 130,99 per ton.
Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang mengatakan, kenaikan harga emas hitam tersebut membuat investor akan tertarik pada saham-saham berbasis batu bara untuk perdagangan Selasa (28/9). Hal tersebut terlihat dari kenaikan signifikan harga saham batu bara pada perdagangan hari ini.
"Perdagangan Selasa (28/9) semua mata investor tertuju kepada super tajamnya kenaikan harga batu bara sehingga pastinya akan mendorong naik harga saham berbasis batu bara," kata Edwin dalam riset tertulisnya.
Edwin menjagokan empat emiten batu bara. Harga saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menguat hingga 13,91% menjadi Rp 1.720 pada perdagangan sesi pertama hari ini. Lalu, harga saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik 4,72% menjadi Rp 19.400. Saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 5,28% jadi Rp 2.590. Terakhir, PT Harum Energy Tbk (HRUM) yang naik 4,23% menjadi Rp 8.000.
Tidak hanya saham-saham jagoan Edwin yang naik, semua harga saham emiten batu bara hari ini kompak berada di zona hijau. Saham PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS) melonjak 28,26% menjadi Rp 118. Lalu saham PT Indika Energy Tbk (INDY) juga naik 22,62% menjadi Rp 1.870.
Saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) hari ini melesat hingga 14,58% menjadi Rp 550 per saham. PT Bayan Resources Tbk (BYAN) naik hingga 12,7% menjadi Rp 20.625. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) naik 12,5% menjadi Rp 63 per saham. Termasuk PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) yang meningkat 4,72% menjadi Rp 2.220.
Secara umum, indeks sektor energi hingga sesi pertama perdagangan hari ini menjadi sektor dengan kenaikan paling signifikan yaitu 6,36%. Meski begitu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,04% menjadi di level 6.119.
Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan, harga batu bara saat ini memang dalam kondisi prima. Pasalnya terjadi kenaikan kebutuhan dari Tiongkok dan Australia, serta dampak kenaikan biaya kargo.
Selain itu, kondisi cuaca di beberapa tambang yang diproyeksikan mengganggu produksi juga menjadi faktor yang mendongkrak harga. Namun, menurut Singgih, laju kenaikan harga batu bara tahun ini tak akan sama seperti pertengahan Desember 2020 lalu.
"Saya melihat kenaikan saat ini tidak akan sama besar dan cepatnya laju kenaikan dari pertengahan Desember 2020 sampai US$ 178 per ton yang ada di market saat ini," ujar Singgih kepada Katadata.co.id, Kamis (9/9).
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESD Agung Pribadi mengatakan, kenaikan HBA dipengaruhi oleh permintaan dari Tiongkok yang tinggi. Peningkatan permintaan juga berasal dari Korea Selatan dan kawasan Eropa seiring dengan tingginya harga gas alam.
"Ini adalah angka yang cukup fenomenal dalam satu dekade terakhir," kata Agung dalam keterangan tertulis, Senin (7/9).
Perusahaan batu bara milik negara, Bukit Asam, menggenjot ekspornya hingga akhir tahun ini untuk menangkap momentum kenaikan harga. Apalagi perusahaan telah memenuhi komitmen pasokan pasar domestik (domestic market obligations/DMO) di paruh pertama tahun ini.
Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asam, Fuad Iskandar Zulkarnain menyampaikan perusahaan tak akan melupakan komitmennya terhadap kebijakan batu bara untuk DMO.
"Fokus kami, apalagi momentum harga baik, kami dorong ekspor, dengan tidak melupakan komitmen ke pasar domestik hingga akhir tahun," katanya, Senin (6/9).
Hingga Juni 2021, porsi penjualan batu bara domestik Bukit Asam 63% dari total produksi 13,3 juta ton. Ini setara 8,4 juta ton atau sekitar 28% dari total target produksi tahun ini sebesar 30 juta ton. Artinya Bukit Asam telah memenuhi kewajiban DMO-nya dan dapat menggenjot ekspor di sisa tahun ini.
Meski demikian PTBA menargetkan porsi ekspor batu bara tahun ini hanya sebesar 47% dan sisanya 53% untuk pasar domestik. "Jadi secara bulan berjalan, masih ada sejumlah juta ton yang masih perlu kami kirim ke PLN termasuk domestik non-PLN," kata Fuad.
Produsen batu bara lainnya, Adaro Energy juga menyesuaikan produksi dengan perkembangan pasar. Head of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira mengatakan, kegiatan operasi akan berjalan sesuai rencana dengan terus berfokus untuk mempertahankan margin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan.
"Kami akan terus memaksimalkan upaya untuk fokus terhadap keunggulan operasional bisnis inti, meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasi, menjaga kas dan mempertahankan posisi keuangan yang solid," katanya.