PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) mengantongi restu dari pemegang saham untuk menghapus sahamnya di papan pencatatan Bursa Efek Indonesia (BEI) atau delisting secara sukarela. Persetujuan tersebut diperoleh melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Selasa (28/9).
"(Pemegang saham) setuju," kata Corporate Brand & ESG Manager Bentoel Maria Melissa Riyani Putri ketika dihubungi Katadata.co.id setelah RUPSLB.
Seperti diketahui, ada tiga agenda pembahasan dalam rapat pemegang saham tersebut. Salah satunya, meminta persetujuan agar Bentoel untuk delisting dan kembali menjadi perusahaan tertutup (go private). Agenda acara lainnya adalah persetujuan perubahan anggaran dasar, dan persetujuan pengangkatan kembali atau perubahan susunan direksi.
Berdasarkan laporan informasi fakta material yang terbit di keterbukaan informasi BEI pada 20 Agustus lalu, British American Tobacco (BAT) selaku pengendali Bentoel akan membeli sisa saham publik di level Rp 1.000 per saham. Pembelian tersebut dilakukan sebagai langkah lanjutan delisting.
Harga yang ditawarkan tersebut lebih mahal 226,8% dibanding harga penutupan terakhir saham RMBA sebelum disuspensi pada 5 Agustus 2021, yaitu Rp 306 per saham. Nominal tersebut juga 356,21% lebih tinggi dari harga rata-rata tertinggi dalam 90 hari terakhir sebelum 20 Agustus 2021.
Maria optimistis upaya ini dapat menjadi angin segar bagi perusahaan maupun para pemegang saham publik. Dengan demikian, proses delisting dapat diselesaikan, mengingat jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik saat ini relatif kecil.
Porsi pemegang saham publik tercatat 7,52% dari total modal ditempatkan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7,29% dimiliki oleh satu pihak yaitu, UBS AG London. Praktis, hanya 0,23% yang dimiliki pemegang saham publik lainnya. Jumlah pemegang saham publik saat ini kurang lebih 2.385 pemegang saham.
British American Tobacco akan menanggung semua biaya yang relevan dengan penawaran tender sukarela, termasuk komisi transaksi melalui BEI dan biaya yang dibayarkan kepada Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). "Tetapi tidak termasuk pajak terkait yang harus ditanggung oleh pemegang saham yang menjual sahamnya," kata Maria.
Menurut Maria, tanpa penawaran tender atau tender offer, pemegang saham minoritas akan sulit menjual sahamnya di pasar reguler karena saham RMBA relatif tidak likuid. Oleh karena itu, Bentoel meyakini rencana delisting dilakukan demi kepentingan terbaik pemegang saham.
"Karena penawaran tender ini memberi pemegang saham publik kesempatan untuk menjual saham mereka dengan harga premium," kata Maria.
Meski menghapus saham dari pasar modal, British American Tobacco selaku pengendali Bentoel dengan kepemilikan 92,5% saham tetap berkomitmen untuk memiliki bisnis jangka panjang dan terus berinvestasi di Indonesia.
Dilansir dari laman resminya, Bentoel Group telah menjadi perusahaan tembakau terbesar keempat di Indonesia. Perusahaan didirikan pada 1930 oleh Ong Hok Liong dengan nama Strootjes Fabriek Ong Hok Liong di Malang, Jawa Timur.
Ong merintis bisnisnya dari skala rumah tangga, dengan proses pelintingan serta pengemasan rokok kala itu dibantu oleh tetangganya, Tjoa Sio Bian. Sementara ia, bertugas menjajakan rokoknya dengan berkeliling menggunakan sepeda onthelnya.
Bentoel akhirnya masuk ke Bursa melalui penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada 5 Maret 1990. Saat itu, perusahaan melepas sebanyak 1,2 juta unit saham dengan harga IPO Rp 3.380. Dengan demikian, nilai IPO Bentoel mencapai Rp 4,06 miliar.