Sejak mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus lalu, pergerakan harga saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) terus berfluktuasi. Level saham Bukalapak kian menjauh dari saat penawaran saham perdana ke publik atau IPO sebesar Rp 850 per saham.

Berdasarkan data BEI, Harga saham Bukalapak pada perdagangan Senin (18/10) ditutup turun 3,42% atau 25 poin ke level Rp 705. Dalam sepekan, harga saham perusahaan e-commerce ini merosot 10,19%. Harga sahamnya bahkan anjlok hingga 18,82% dalam sebulan terakhir. 

Menanggapi hal itu, Direktur Utama Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan tak ambil pusing dengan pergerakan harga saham perusahaan, dan akan berfokus mengerek transaksi penjualan perdagangan elektronik hingga akhir tahun ini.

Rachmat mengatakan, fluktuasi harga saham terus terjadi. Itu juga akan memengaruhi nilai tambah Bukalapak bagi investor. Namun, menurutnya harga saham tersebut tidak terkait dengan kinerja bisnis Bukalapak. 

"Kinerja bisnis kami terus membaik. Kami optimis juga akan terus meningkat," kata Rachmat dalam Public Expose 2021 PT Bukalapak.com Tbk, pada Selasa (19/10).

Menurut dia, harga penawaran umum perdana saham Bukalapak yang ditetapkan sudah melalui proses panjang. Beberapa langkah yang dilakukan ialah berdiskusi dengan analis penjamin saham, dan menggunakan metode valuasi yang banyak. Perusahaan juga menguji hasil analisis tersebut melalui diskusi dengan pelaku pasar. 

"Jadi saat penentuan sudah mapan, range (rentang) harga saat ini sudah fair bagi investor," ujarnya. 

Rachmat mengatakan, ke depan perusahaan akan fokus mendongkrak transaksi. "Fokus kami selalu adalah tingkatkan performa agar sesuai dengan target," katanya.

Diketahui, berdasarkan laporan keuangan, pertumbuhan total processing value (TPV) Bukalapak mencapai 56% pada kuartal kedua tahun ini secara tahunan (year on year/yoy). Lalu, TPV mitra juga tumbuh 237% secara tahunan.

Bukalapak juga mengantongi pendapatan Rp 863,6 miliar pada semester I-2021 yoy. Pendapatan tersebut tumbuh 34,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 641,3 miliar.

Pendapatan Bukalapak mayoritas masih berasal dari marketplace, yakni sebesar Rp 529,2 miliar. Jumlah itu tumbuh 4,4% dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 506,7 miliar.

Kenaikan signifikan berikutnya berasal dari pendapatan mitra dalam enam bulan pertama tahun ini yang sebesar 349% menjadi Rp 289,8 miliar. Namun, pendapatan dari BukaPengadaan tercatat anjlok 36,3% menjadi Rp 44,6 miliar.

Selain itu, Bukalapak juga punya likuiditas untuk menjalankan operasional hingga beberapa tahun ke depan setelah mendapatkan dana segar lebih dari Rp 21 triliun dari IPO. Bukalapak melepas 25,8 miliar saham di harga Rp 850 per saham saat IPO. Sehingga, mampu mengantongi dana Rp 21,9 triliun, terbesar sepanjang masa.

"Setelah IPO, kami punya amunisi tambahan dan ini digunakan perusahaan untuk mengedepankan pertumbuhan," kata Presiden Bukalapak Teddy Oetomo.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Bukalapak Perdana Arning Saputro mengatakan, fluktuasi harga saham Bukalapak terjadi karena perubahan portofolio investor. Hal itu terkait lonjakan harga komoditas akhir-akhir ini, terutama di sektor energi seperti batu bara.

Seperti diketahui, harga batu bara tengah berada pada tren kenaikan. Puncaknya pada 5 Oktober 2021, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) mencapai US$ 280 per ton, tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

"Namun, kondisi tersebut tidak terkait dengan kinerja Bukalapak, melainkan lebih mencerminkan dampak tren global dan makro di luar kendali Bukalapak dan manajemen," kata Perdana dalam keterbukaan informasi, Kamis (14/10).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan