November Tak Ramah IHSG, 10 Tahun Terakhir Hanya Naik Tiga Kali

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Pekerja melihat telepon pintarnya dengan latar belakang layar pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (31/3/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
3/11/2021, 13.01 WIB

Baru dua hari perdagangan pasar saham memasuki bulan November 2021, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot hingga 1,48% secara kumulatif ke level 6.493 pada penutupan Selasa (2/11).

Berdasarkan data historis perdagangan saham, November memang tidak 'ramah' pada IHSG. Dalam sepuluh tahun terakhir, gerak indeks saham tercatat hampir selalu ditutup turun pada bulan kesebelas ini.

Sepanjang November dalam 10 tahun terakhir, hanya tiga kali IHSG naik. Artinya, peluang IHSG pada November naik, hanya 30%. Persentase tersebut menjadi yang terendah dibandingkan bulan lainnya, di mana paling kecil 50%.

Kali pertama IHSG November naik dalam 10 tahun terakhir yaitu pada 2014 naik 1,19%. Lalu, kenaikan juga tercatat terjadi pada 2018 sebesar 3,85%. Kenaikan terakhir dan menjadi paling signifikan pada 2020 sebesar 9,44%.

Sementara itu, IHSG November turun paling signifikan pada 2013 sebesar 5,64%. Pada 2016 IHSG turun juga cukup signifikan 5,05%. Penurunan besar pada IHSG juga terjadi pada 2019 sebesar 3,48%.

Berdasarkan data Stockbit, IHSG selama November dalam 10 tahun terakhir, memasukkan kondisi 2021, rata-rata bergerak turun 0,35%. Menurut data tersebut, penurunan indeks saham pada November memang bukan yang terbesar.

Penurunan paling besar terjadi pada bulan Maret, di mana IHSG rata-rata turun 1,08%. Penurunan ini disebabkan anjloknya IHSG pada 2020 sebesar 16,76%, imbas dari awal pandemi Covid-19.

Senior Vice President Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan, penurunan indeks setiap periode November disebabkan kecenderungan investor untuk menunggu dan melihat (wait and see) menyiapkan amunisi akhir tahun melakukan window dressing.

"Jarang sekali window dressing dilakukan pada November," kata Janson kepada Katadata.co.id, Rabu (3/11).

Seperti diketahui, Desember memang bulan yang sangat bersahabat dengan IHSG. Dalam sepuluh tahun terakhir, IHSG 100% ditutup di zona hijau. Berdasarkan data Stockbit, bahkan sejak 1997, baru sekali IHSG Desember turun yaitu 2000 sebesar 3%.

Hal tersebut yang mendasari Janson memprediksi tren penurunan IHSG November akan terjadi pada tahun ini, meski tahun lalu IHSG November meroket 9,44%. Ia menilai tahun lalu ada anomali yang membuat IHSG ditutup naik signifikan.

Tahun lalu, IHSG sempat turun signifikan karena menjadi tahun pertama pandemi Covid-19. Karena penurunan signifikan tersebut, membuat sejumlah saham memiliki valuasi yang sangat murah.

"Karena valuasi saham sudah sangat terdiskon dengan adanya pandemi yang menyebabkan pertumbuhan laba luluh lantah, akibatnya banyak investor berburu barang murah," katanya.

Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan, penurunan IHSG November terjadi karena pada bulan sebelumnya sudah naik dan butuh koreksi. Dengan demikian, investor bisa mengantongi keuntungan untuk kembali ke pasar pada Desember untuk memaksimalkan window dressing.

"Makanya butuh koreksi dulu kalau sudah naik di bulan sebelumnya (Oktober)," kata Sukarno kepada Katadata.co.id, Rabu (3/11).

Berdasarkan data Stockbit, Oktober juga sangat ramah IHSG karena dalam 10 terakhir, 80% IHSG ditutup menguat. Rata-rata kenaikan mencapai 2,26%, tertinggi kedua setelah IHSG Desember yang rata-rata naik 3,27%.

Sementara itu, anomali untuk kenaikan IHSG November 2020 karena euforia kedatangan vaksin di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda. "Karena akan datang vaksin pada bulan tersebut, pasar langsung merespons positif," kata Sukarno.

Sukarno belum bisa meramalkan kondisi IHSG November 2021, peluangnya masih 50:50. Hal itu tergantung pergerakan terdekat jika indeks bisa bertahan di atas 6.472, bisa saja tutup positif.

"Kalau tidak bisa bertahan pada level tersebut, IHSG turun. Tapi penurunan tidak akan parah juga," ujar Sukarno.

Reporter: Ihya Ulum Aldin