Harga Saham Bukalapak Terus Melorot hingga 42%, Apa Penyebabnya?

Bukalapak
Bukalapak Lion
Penulis: Ihya Ulum Aldin
3/12/2021, 19.10 WIB

Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) ditutup di harga Rp 490 per lembar pada perdagangan Jumat (3/12), terendah sejak pencatatan perdana alias initial public offering (IPO) pada 6 Agustus 2021. Lalu, apa yang memicu pergerakan negatif saham Bukalapak ini?

Manajemen Bukalapak yang diwakili Sekretaris Perusahaan Perdana A. Saputro mengatakan, sentimen global menjadi dalang di balik penurunan saham Bukalapak. Pasalnya, kinerja keuangan perusahaan semakin membaik.

"Berdasarkan analisa manajemen, penurunan ini sebagian disebabkan oleh perubahan sentimen global," kata Perdana dikutip dari keterbukaan informasi, Jumat (3/12).

Menurut dia, secara global terdapat tren kenaikan inflasi baru-baru ini yang memicu pengetatan dari bank-bank sentral di seluruh dunia. Bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed), sebagai contoh, menerapkan tapering off.

"Akibatnya, terlihat ada perubahan perilaku investor di perusahaan teknologi yang secara historis berusaha untuk memanfaatkan pergerakan likuiditas yang tinggi dan adanya tingkat suku bunga rendah," ujar Perdana.

Selain pengetatan kebijakan, perubahan risiko pandemi Covid-19 baru-baru ini, sehubungan dengan timbulnya varian baru Omicron juga telah menambah volatilitas pasar. Menurut Perdana, sentimen tidak hanya untuk pasar teknologi dan Indonesia saja, tapi untuk pasar ekuitas global.

Saat ini, Bukalapak mengklaim posisi kas perusahaan sangat kuat meski baru IPO. Sehingga manajemen percaya Bukalapak dapat menghadapi kondisi yang berbeda dibandingkan dengan perusahaan teknologi pada umumnya. "Pada dasarnya, kami percaya bahwa perseroan tetap dalam arah dan koridor yang tepat," kata Perdana.

Penjelasan Bukalapak soal harga sahamnya tersebut disampaikan setelah Bursa Efek Indonesia mempertanyakan melalui Surat BEI Nomor S09077/BEI.PP2/12-2021 tertanggal 1 Desember 2021 tentang Permintaan Penjelasan Bursa atas Volatilitas Harga Transaksi Efek.

Perdana mengatakan, sejumlah informasi material sudah diumumkan kepada publik. Seperti rencana digelarnya rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 23 Desember 2021 yang berisikan dua agenda.

Agenda pertama yaitu persetujuan atas pengunduran diri Komisaris Bukalapak Lau Eng Boon dan persetujuan perubahan susunan Dewan Komisaris. Agenda kedua, persetujuan perubahan penggunaan dana hasil IPO.

Terkait agenda kedua, perubahan penggunaan dana IPO dilatarbelakangi oleh perkembangan organik Bukalapak. Salah satunya, pendirian anak perusahaan baru yang membutuhkan dana untuk kegiatan operasional dan pengembangan usahanya.

Lebih lanjut, terdapat potensi dan kesempatan baru yang tersedia setelah IPO untuk melakukan pembelian saham atau investasi pada perusahaan-perusahaan lain. "Ini dapat menciptakan peluang berkembangnya usaha Bukalapak," kata Perdana.

Informasi material lainnya, yaitu laporan keuangan sembilan bulan yang berakhir September 2021. Pada periode tersebut, Bukalapak masih membukukan rugi bersih Rp 1,12 triliun. Namun, nilai kerugiannya menyusut 19,17% dibandingkan periode sama tahun lalu yang merugi Rp 1,39 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan tersebut, Bukalapak mampu meraih pendapatan Rp 1,34 triliun dalam sembilan bulan tahun ini. Pendapatan tersebut tumbuh 42,1 % dibanding pendapatan periode sama 2020.

Total pendapatan Bukalapak terdiri dari tiga sektor bisnis. Pertumbuhan pendapatan paling signifikan berasal dari pendapatan mitra sebesar Rp 496,7 miliar atau tumbuh 322,82 %.

Bisnis marketplace menyumbang pendapatan Rp 780,41 miliar atau tumbuh 5,18 %. Sedangkan pendapatan dari BukaPengadaan Rp 70,56 miliar, malah turun 20,67 % dari periode sama 2020.

Bukalapak mencatatkan total aset Rp 25,01 triliun per September 2021. Aset tersebut tumbuh 864,87 % dibandingkan posisi per Desember 2020.

Kenaikan aset Bukalapak tersebut berasal dari aset lancar Rp 24,15 triliun, yang melonjak 1.265 %. Komponen pendukungnya yakni aset berupa kas dan setara kas sebesar Rp 23,63 triliun, atau tumbuh 1.492 % dari Rp 1,48 triliun.

Bukalapak mencatatkan total processing value (TPV) hingga triwulan ketiga 2021 senilai Rp 87,9 triliun, melonjak 51 % dari periode sama tahun lalu. Pertumbuhan tersebut didukung peningkatan jumlah transaksi sebesar 25 % dan kenaikan 21 % pada average transaction value (ATV).

Selain itu, IPrice melaporkan rata-rata kunjungan web bulanan Bukalapak naik 2,3% menjadi 30,1 juta hingga triwulan ketiga 2021 dibandingkan periode sama tahun lalu.

Kenaikan ini merupakan pertama kalinya pada 2021. Tren dalam satu tahun terakhir menunjukkan rata-rata kunjungan web bulanan Bukalapak cenderung menurun. Tercatat sebanyak 37,6 juta kunjungan ke web Bukalapak pada kuartal pertama 2020, seperti terlihat dalam Databoks berikut ini.