Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan performa penghimpunan dana melalui penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) tahun ini lebih baik dibandingkan 2020. Selanjutnya, emiten pada sektor teknologi dinilai akan memiliki tren positif pada 2022.
Berdasarkan data BEI, realisasi penambahan jumlah emiten yang IPO tahun ini di bursa nasional tercatat paling banyak se-Asia Tenggara. Berdasarkan akumulasi, total emiten di pasar modal Indonesia tercatat menjadi yang terbanyak ketiga di Asia Tenggara.
Per 7 Desember 2021, terdapat sebanyak 50 emiten yang melakukan IPO sepanjang 2021 dengan total penghimpunan dana Rp 62 triliun. Total emiten yang melakukan IPO pada 2020 mencapai 51 unit dengan total penghimpunan dana hingga Rp 55,8 triliun.
"Hari ini (9 Desember) ada satu lagi perusahaan tercatat, artinya sudah ada 51 (perusahaan yang telah melakukan IPO). Minggu depan ada tiga lagi yang tercatat. Artinya, total sudah tercatat sampai minggu depan ada 51 (emiten)," kata Direktur BEI I Gede Wayan Yetna dalam Media Gathering 2021, Kamis (9/12).
Dalam 10 tahun terakhir, realisasi penghimpunan dana IPO tahun ini merupakan yang tertinggi. Sebelumnya, penghimpunan dana IPO tertinggi terjadi pada 2011 senilai Rp 19,6 triliun dari proses IPO sebanyak 25 emiten.
Sementara itu, jumlah IPO terbanyak terjadi pada 2018 atau sebanyak 57 emiten. Namun demikian, total dana segar yang dikumpulkan hanya mencapai Rp 15,7 triliun.
Realisasi tahun ini membuat bursa Indonesia memiliki peringkat penambahan perusahaan terbuka paling besar se-Asia Tenggara, yakni mencapai 40%. Pertumbuhan emiten di dalam negeri diikuti bursa Vietnam yang tumbuh 26% menjadi 404 emiten dibandingkan realisasi 2016 sebanyak 320 emiten. Negara dengan penurunan emiten hanya terjadi di Singapura yang susut 11,4% dari realisasi 2016 sebanyak 757 emiten menjadi 671 emiten pada tahun ini.
Berdasarkan akumulasi, total emiten di pasar modal Indonesia tercatat menjadi yang terbanyak ketiga di Asia Tenggara. Hingga pekan depan, total perusahaan terbuka di dalam negeri akan mencapai 754 emiten. Angka itu hanya di bawah capaian bursa Thailand tahun ini yang mencapai 767 emiten, sedangkan jumlah emiten terbanyak masih dimiliki Malaysia yang mencapai 946 emiten.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan optimisme performa bursa pada tahun depan akan lebih baik dibandingkan realisasi 2021. Namun demikian, Inarno enggan memastikan bahwa realisasi 2022 akan lebih baik dari performa tahun ini.
"Volatilitas (pasar saham) ini sangat dinamis, tapi tentunya untuk 2022 kami melihat optimis dan kami targetkan lebih (besar) dari 2021," ucap Inarno.
Sektor Teknologi Dapat Perhatian
Inarno mengatakan, pihaknya tidak pernah mengarahkan investor untuk mengamati sektor emiten secara khusus. Namun demikian, emiten teknologi secara global mulai mendapatkan perhatian dari para investor.
Di dalam negeri, Inarno menilai melantainya PT Bukalapak.com mengundang perusahaan teknologi lain untuk menjadi perusahaan terbuka di dalam negeri. Akan tetapi, Inarno tetap membuka pintu untuk segala jenis emiten untuk menjadi perusahaan terbuka.
Pada kesempatan yang sama, Wayan menilai ada dua sektor yang akan memiliki tren positif pada 2022, yakni sektor teknologi dan emiten berbasis energi baru terbarukan (EBT). Menurut, akar indeks teknologi sudah mulai terlihat dari beberapa emiten teknologi.
Sementara itu, emiten berbasis EBT akan menjadi bagian dari ekonomi baru atau new economy pada 2022. Oleh karena itu, salah satu tren bursa pada 2022 adalah investasi pada sektor teknologi dan emiten berbasis EBT.
"Semau sektor akan kami akomodasi (tahun depan, tapi) salah satu tren (yang akan terjadi adalah emiten) berbasis teknologi dan (emiten) yang memperhatikan ESG (environment, social, and governance)," kata Nyoman.
Pada studi yang dilakukan Mandiri Group, jumlah perusahaan teknologi yang menjadi perusahaan terbuka melonjak selama 4 tahun terakhir. Jumlah emiten teknologi yang melantai pada 2002-2016 hanya tiga buah.
Pada 2017-2021, jumlah perusahaan teknologi yang melantai di bursa bertambah 11 emiten. Alhasil, jumlah emiten teknologi di dalam negeri kini menjadi 14 unit.
Perusahaan teknologi yang mejadi perusahaan terbuka secara umum terbagi ke dalam lima kelompok, yakni e-commerce, teknologi finansial solusi usaha kecil dan menengah, keamanan data dan teknologi informasi, dan perdagangan digital. Total kapitalisasi perusahaan teknologi di bursa domestik mencapai Rp 98 triliun.
Adapun, perusahaan teknologi yang melakukan IPO adalah PT Limas Indonesia Makmur pada 2002 dengan kapitalisasi pasar senilai Rp 242 miliar. Sementara itu, yang paling baru adalah PT Bukalapak.co pada 2021 dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 87 triliun.