PT Bumi Resources Tbk akan menambah modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement sebanyak-banyaknya 103,06 miliar saham. Aksi korporasi ini diperlukan emiten Grub Bakrie itu untuk meringankan beban bunga terhadap sisa Obligasi Wajib Konversi (OWK) Rp 451,43 miliar per tahun.
Jenis saham baru yang akan diterbitkan adalah saham Seri C dengan nilai nominal Rp 50. Penerbitan saham baru itu setara dengan sebanyak-banyaknya 138,76% dari total modal ditempatkan dan modal disetor perseroan.
"(Pelaksanaan PMTHMETD) diharapkan dapat memperbaiki laba/rugi bersih per tahun," seperti tertulis dalam keterbukaan informasi di laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (21/12).
Emiten industri pertambangan berkode BUMI ini telah mendapatkan persetujuan pemegang OWK pada Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) per 29 November 2021. Untuk merealisasikan aksi korporasi ini, manajemen akan meminta restu pemegang saham melalu Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 23 Desember 2021.
Pada tahun ini, jumlah OWK BUMI yang masih beredar dan belum dikonversi mencapai 7,52 miliar unit. Adapun, perusahaan menerbitkan surat utang sejumlah 8,45 triliun unit senilai Rp 8,45 triliun pada 2018.
Saat ini, harga referensi seluruh unit itu mencapai Rp 926,16. Namun demikian, harga konversi tahun keempat atau pada 11 Desember 2020 sampai 10 Desember 2021 adalah Rp 73.
"Jika harga konversi periode selanjutnya di bawah asumsi harga konversi dan sisa saham (hasil private placement) tidak cukup untuk konversi OWK periode selanjutnya, perseroan mungkin akan meminta persetujuan pemegang saham untuk penerbitan saham baru selain PMTHMETD," tulis manajemen BUMI.
Secara prinsip, jumlah saham baru Seri C yang diperlukan perseroan berjumlah 67,66 miliar. Namun, mereka perlu menerbitkan 103,06 miliar saham untuk mengkonversi seluruh OWK yang beredar saat ini dengan asumsi harga konversi saat ini.
Tujuan utama penerbitan saham baru Seri C adalah permintaan konversi oleh Innovate Capital Pte Ltd untuk konversi OWK sebanyak 2,58 triliun saham. Untuk memenuhi permintaan itu, perseroan harus menerbitkan 35,4 miliar saham baru. Namun, BUMI saat ini hanya mampu menerbitkan saham Seri B sebanyak 232,28 juta saham.
Adapun, dampak dari PMTHMETD ini adalah terdilusinya pemegang saham eksisting hingga 58,12% jika tidak ikut mengambil bagian. Saat ini, mayoritas saham BUMI ada di masyarakat atau sebanyak 66,86%, namun kontribusi itu dapat turun menjadi 28% jika hasil private placement itu diambil oleh pemegang OWK.
Adapun, HSBC-Fund SVS A/C Chengdong Investment Corp-Self memiliki 14,84 miliar saham BUMI atau setara dengan 19,99%. Kontribusi ini dapat susut menjadi 8,37% jika mereka tidak ikut andil dalam PMTHMETD BUMI. Namun, perseroan menekankan penerbitan saham baru Seri C tidak mengubah pengendalian dalam perseroan.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi BUMI, laba bersih naik 358,55% dari posisi rugi bersih US$ 94,1 juta menjadi laba US$ 243,3 juta. Pertumbuhan itu didorong naiknya pendapatan sebesar 35% secara tahunan sepanjang Januari-September 2021 menjadi US$ 3,75 miliar dari US$ 2,77 miliar. Selain itu, margin usaha tercatat naik dari posisi 5,7% pada bulan pertama 2020 menjadi 20%.
Sebelumnya, VP Finance BUMI Nugroho Damardono menilai pertumbuhan pendapatan tertahan lantaran biaya produksi naik 11% dari capaian 9 bulan pertama 2020 senilai US$ 31,8 per ton menjadi US$ 35,4 per ton. Naiknya biaya produksi dinilai datang dari pertumbuhan harga bahan bakar yang diterima perseroan.
"Selama pandemi ini memang ada kendala di dalam supply chain, bukan dialami kami saja, tapi seluruh pemain di pasar domestik dan dunia," kata Nugroho.
Nugroho meramalkan harga batu bara pada tahun depan akan terkoreksi ke kisaran US$ 140 - US$ 160 per ton. Namun harga dinilai tidak akan jatuh ke bawah level US$ 100 per ton pada 2022.
Berdasarkan data Stockbbit, emiten industri batu bara berkode BUMI ini cukup sering berjalan di zona merah. Saham BUMI tecatat memiliki melonjak pada Januari dan Oktober.
Saham BUMI menyentuh titik tertingginya tahun ini di level Rp 130 per saham pada 18 Januari 2021. Adapun titik terendahnya ada di posisi Rp 52 per saham per 27 Agustus 2021. Secara tahun berjalan, saham BUMI turun 5 poin atau melemah 6,94% menjadi Rp 67 per saham.
Rasio price to earning (PE) BUMI konsisten di zona merah sepanjang 2021. Saat ini, rasio PE BUMI ada di titik terendah atau sebanyak minus 2,86 kali.