Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka kembali perdagangan saham PT Protech Mitra Perkasa Tbk, setelah terhenti sejak 24 Desember 2021 lalu.
Berdasarkan data Stockbit, emiten penyedia jasa dan konstruksi telekomunikasi berkode OASA ini telah disuspensi sejak 24 Desember 2021 hingga hari ini, Rabu (5/1). Saham OASA tercatat menguat 264,22% atau 613 poin sepanjang 2021 ke level Rp 845. Titik ini merupakan level tertinggi saham OASA setidaknya sejak lima tahun silam.
Adapun, saham OASA bergerak di zona merah sejak akhir kuartal III 2021. Namun demikian harga saham OASA langsung melonjak dari Rp 338 per 13 Desember 2021 hingga 24 Desember 2021. Adapun, sepanjang Desember 2021, saham OASA telah naik 270,61%
Pertumbuhan saham terbesar terjadi pada 16 Desember 2021 yang naik 25% secara harian ke level Rp 590 per saham. Pada hari yang sama, BEI menetapkan pergerakan saham OASA sebagai unusual market activity (UMA).
Dalam keterbukaan informasi 17 Desember 2021, Direktur OASA Chandra Devikemalawaty mengatakan pendorong pertumbuhan saham itu disebabkan penyelesaian pengambilalihan saham pengendali perseroan. Pada 6 Desember 2021, Direktur Utama OASA Gafur Sulistyo Umar telah menyelesaikan pembelian 179,3 juta saham atau 50% dari total saham OASA.
Hingga kuartal III-2021, pendapatan OASA ini naik 197,15% secara tahunan menjadi Rp 3,33 miliar dari Rp 1,12 miliar. Namun demikian, laba bersih hanya naik 3.29% menjadi Rp 1,03 miliar.
Hal itu disebabkan anjloknya pendapatan keuangan perseroan sebesar 49.63% secara tahunan pada Januari-September 2021 menjadi Rp 624,91 juta dari capaian periode yang sama tahun lalu senilai Rp 1,23 miliar.
"Kalau untuk 2020 dan 2021 dengan situasi krisis yang ada memang profilnya tidak banyak berubah. Kami sangat konservatif menjaga neraca perusahaan," kata Gafur dalam paparan publik, Selasa (28/12).
Untuk mencapai target pertumbuhan pendapatan 2022, Gofur berujar pihaknya dapat tumbuh anorganik dengan melakukan terobosan. Selain itu, OASA berkomitmen akan menyediakan jasa dan konstruksi yang bisa memberikan tempat yang lebih baik bagi perseroan.
Salah satu inisiasi yang akan dilakukan adalah bekerja sama dengan mitra strategis pada tahun depan. Adapun, kriteria mitra strategis yang diinginkan OASA adalah memiliki akses teknologi terkait transisi energi.
Gofur menilai industri di dalam negeri belum memanfaatkan teknologi yang bernilai tambah. Sebagai contoh, pelak pasar mengekspor nikel sebagai bahan mentah yang seharusnya dapat diolah terlebih dahulu menjadi bahan baku.
Oleh karena itu, Gofur menilai mitra strategis penting, khususnya terkait pendanaan jangka panjang dengan biaya murah. Pasalnya, pembiayaan dari sektor perbankan masih tergolong mahal atau dengan bunga di rentang 9% - 11%.
"Kami siap pindah transisi energi, tapi kami minta dukungan pendanaan. Akses pendanaan ini kalau mengandalkan pendanaan dalam negeri terbatas," ujar Gafur.