Tekanan IHSG Masih Berlanjut, 3 Sektor Saham Ini Berpotensi Beri Cuan

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.
Pekerja melintas di samping layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.
Penulis: Syahrizal Sidik
19/5/2022, 15.38 WIB

 

Volatilitas di pasar saham diyakini masih akan terus berlanjut pada tahun ini. Para analis memperkirakan, bank sentral Amerika Serikat masih punya ruang untuk  menaikkan suku bunga acuan pada Juni dan Juli mendatang untuk meredam inflasi yang tinggi. Sebagai imbasnya, mayoritas semua bursa saham di dunia merespons negatif kenaikan suku bunga tersebut.

Head of Invesment Information Mirae Asset Sekuritas, Roger MM menilai, bila The Fed mengerek suku bunga acuan, hal ini akan memberikan tekana bagi bursa saham Tanah Air. "Analis memperkirakan Juni dan Juli, The Fed akan kembali menaikkan suku bunga, ini akan membawa tekanan lagi ke market kita," kata Roger di Jakarta, Kamis (19/5).

Dengan kenaikan suku bunga itu, inflasi di AS memang akan turun. Mirae memprediksi, IHSG diperkirakan akan menyentuh level batas bawah (support) ke bawah 6.500. Bahkan, pada tahun ini Mirae menuliskan level skenario IHSG paling buruk di level 6.100. "Mudah mudahan 6.500 menjadi support pertama," tuturnya.

Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina meyakini, fundamental pasar Indonesia masih cukup kuat. Ini tercermin dari tingginya minat investor asing yang terlihat dari besarnya aliran masuk dana investor asing (foreign fund flow).

“Dengan kondisi tersebut maka secara teknikal IHSG diprediksi akan terkonsolidasi dengan support-resistance pada kisaran 6.506-6.904,” ujar Martha.

Martha merekomendasikan investor untuk fokus bertransaksi aktif jangka pendek pada tiga sektor yaitu sektor keuangan, energi, dan industri.

Di sektor keuangan, empat saham yang dipilih adalah BBCA,BBRI, BMRI, dan BBNI.  "Saham di sektor perbankan kinerjanya membukukan kenaikan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.

Saham-saham pilihan Martha dan tim di sektor energi yaitu ADRO, ITMG, PTBA, ADMR, dan PGAS. Di sektor industri, ada dua pilihan yaitu ASII dan UNTR.

Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menambahkan bahwafaktor tren ‘Sell in May and Go Away’ serta kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Rate) sudah diantisipasi pelaku pasar sehingga koreksi memang diprediksi terjadi tetapi akan terbatas.

Pada Mei, foreign fund flow memang negatif Rp 8,36 triliun, tetapi sejak awal tahun masih surplus cukup besar yaitu Rp 51,27 triliun per 13 Mei.

Foreign fund flow sejak awal tahun menjadi faktor utama yang akan menahan koreksi dan menunjukkan bahwa investor asing menilai fundamental dalam negeri Indonesia masih menarik,” tutur Nafan.

Selain itu, tuturnya, ada juga faktor-faktor pendukung lain yang menjadi penyeimbang faktor ‘Sell in May’ dan Fed Rate sehingga menjadi penahan foreign fund flow yaitu laporan keuangan emiten periode kuartal I/2022 yang positif serta data ekonomi domestik yang mendukung.

Faktor fundamental tersebut terutama neraca dagang yang realisasinya jauh di atas prediksi pasar karena didukung tingginya harga komoditas, industri yang masih tumbuh dan dicerminkan indeks pembelian industri (purchasing manager index/PMI), serta indeks keyakinan konsumen (IKK) yang masih optimis.

Pasar saham Indonesia menjalani libur dan cuti bersama terkait Lebaran sejak 29 April 2022 hingga 8 Mei 2022, di mana pengumuman keputusan Fed Rate disampaikan pada 5 Mei 2022 waktu setempat dan membuat pasar

saham AS serta global tertekan sentimen tersebut. Pada saat koreksi global tersebut, IHSG yang masih belum bertransaksi karena cuti bersama belum tertular pelemahan dan langsung terkoreksi ketika dibuka.

Meskipun bulan ini diprediksi akan konsolidasi, tetapi IHSG diprediksi masih dapat tumbuh tahun ini dan bisa mencapai level psikologis 7.600.

Reporter: Syahrizal Sidik