Emiten penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terlempar dari pencatatan saham di papan utama Bursa Efek Indonesia (BEI) ke papan pengembangan bersama 31 emiten lainnya.
Pemindahan papan pencatatan saham ini termaktub dalam pengumuman otoritas bursa berdasarkan penilaian yang dilakukan dan dianggap memenuhi sejumlah kriteria perpindahan papan pencatatan saham.
Selain Garuda, beberapa emiten yang juga diturunkan pencatatan sahamnya dari papan utama BEI antara lain PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dan PT Supra Boga Lestari Tbk (SUPR).
"Perubahan penempatan papan pencatatan tersebut berlaku sejak tanggal 31 Mei 2022 sepanjang tidak ada hal tertentu yang mempengaruhi keputusan perpindahan papan sesuai dengan Peraturan Bursa," bunyi pengumuman tersebut, dikutip Selasa (24/5).
Seperti diketahui, saat ini BEI memiliki tiga papan perdagangan. Pertama, papan utama adalah papan bagi perseroan terbatas yang sudah membukukan pendapatan usaha lebih dari 36 bulan dengan laba usaha dalam setahun terakhir.
Kemudian, laporan keuangan yang telah diaudit minimal 3 tahun. Aktiva berwujud bersihnya lebih dari Rp 100 miliar dan menawarkan jumlah saham kepada publik minimal 300 juta saham dengan lebih dari 1.000 pihak pemegang saham.
Selanjutnya, untuk papan pengembangan adalah perseroan terbatas yang membukukan pendapatan usaha lebih dari 12 bulan. Laba usaha masih boleh rugi dengan proyeksi tahun kedua sampai keenam membukukan laba usaha dan laba bersih. Aktiva berwujud di atas Rp 5 miliar dan jumlah saham ditawarkan kepada publik minimal 150 juta saham dengan pemegang saham di atas 500 pihak.
Sedangkan, papan akselerasi adalah perseroan terbatas yang ditujukan terutama bagi perusahaan rintisan. Perusahaan yang masuk papan ini masih boleh merugi tapi dengan estimasi laba di tahun ke-6. Laporan keuangan audited minimal setahun. Jumlah saham yang ditawarkan minimal 20% dengan pemegang saham lebih dari 300 pihak.
Emiten maskapai BUMN tersebut terakhir kali mempublikasikan laporan keuangan pada 30 September 2021. Perusahaan membukukan kerugian bersih senilai US$ 1,66 miliar atau setara Rp 24,07 triliun dengan asumsi rata-rata kurs Rp 14.500 per US$. Kerugian ini lebih dalam dari periode yang sama pada tahun sebelumnya senilai US$ 1,09 miliar setara Rp 15,80 triliun.
Perusahaan membukukan pendapatan usaha senilai US$ 939,02 juta selama sembilan bulan pertama tahun 2021, turun dari periode yang sama di tahun sebelumnya US$ 1,13 miliar.