Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sedang melakukan kajian untuk mengembalikan jam perdagangan bursa kembali seperti sebelum pandemi Covid-19.
Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa, Laksono Widodo mengatakan, aturan ini sedang dipertimbangkan dan dikaji bersama dengan regulator sembari menunggu pemerintah mengumumkan transisi dari pandemi Covi-19 menjadi endemi.
Meski demikian, Laksono menyebut, jam perdagangan bursa juga bisa kembali normal lebih cepat sebelum pengumuman resmi endemi berdasarkan penilaian bersama antara SRO pasar modal dengan OJK.
"Atau bisa juga lebih awal, tergantung assesmen bersama SRO dan OJK," kata Laksono, kepada wartawan, Kamis (16/6).
Hanya saja, Laksono belum membeberkan lebih rinci mengenai tenggat dari penilaian tersebut. "Tidak ada deadline spesifik karena situasinya bisa berubah sewaktu-waktu," katanya.
Selain mengubah aturan jam perdagangan, BEI juga berencana akan mengembalikan batas auto reject bawah (ARB) menjadi simetris atau persentase kenaikan antara batas atas dan batas bawahnya sama. Saat ini, BEI masih memberlakukan kebijakan autoreject bawah asimetris.
"Kalau sudah normal ya harus dikembalikan lagi ARB supaya simetris," tuturnya.
Seperti diketahui, saat ini jam operasional perdagangan bursa dipersingkat satu jam dari sebelumnya hingga pukul 16.00 WIB menjadi berakhir pukul 15.00 WIB karena mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19.
Sebelumnya, OJK juga akan mengevaluasi relaksasi aturan di pasar modal. Hal ini seiring dengan transisi dari pandemi Covid-19 menjadi endemi. Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I Djustini Septiana menyampaikan bahwa, aturan di pasar modal, seperti jam perdagangan bursa akan dikembalikan seperti sebelum pandemi secara bertahap.
"Kita selalu melakukan evaluasi. Kita menetapkan berdasarkan hasil evaluasi, aturan yang tidak diperlukan akan kita cabut," kata Djustini dalam Media Briefing OJK, Selasa (14/6).
Dari OJK 12 relaksasi yang diberikan bagi pelaku industri di pasar modal, saat ini OJK telah mencabut dua dari relaksasi tersebut, yakni mengenai relaksasi perpanjangan penawaran awal dan relaksasi penundaan masa penawaran umum atau pembatalan penawaran umum. Djustini menjelaskan, alasan OJK mencabut aturan tersebut karena dianggap sudah tidak efektif, dan tidak dimanfaatkan oleh para pelaku industri pasar modal.