Bursa saham domestik terkoreksi cukup dalam pada perdagangan menjelang akhir pekan ini sebesar 1,53% ke level 7.194. Padahal, di sesi penutupan perdagangan Kamis kemarin, IHSG menyentuh level tertingginya sepanjang masa.
Merujuk pada data perdagangan, hari ini sebanyak 414 saham bergerak di teritori negatif, 146 saham lainnya di zona hijau dan 124 saham tidak bergerak.
Volume saham yang diperdagangkan hingga pukul 11.04 WIB ini tercatat sebesar 20,58 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 8,64 triliun dan frekuensi sebanyak 958.111 kali. Pelemahan ini turut menggerus nilai kapitalisasi pasar IHSG menjadi Rp 9.472,45 triliun.
Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang menilai, ambrolnya IHSG di perdagangan Jumat ini disebabkan karena dilanda aksi jual investor setelah Kamis kemarin, bursa saham utama di Amerika Serikat anjlok.
Kemarin, indeks Nasdaq melemah paling dalam sebesar 1,43% diikuti pelemahan indeks S&P 500 1,13% dan indeks Dow Jones yang tergelincir 0,56%. Kejatuhan ini sebagai respons investor bahwa The Fed diperkirakan akan kembali agresif mengerek bunga setelah data inflasi pada Agustus mengalami kenaikan 0,1%, di luar perkiraan.
"IHSG dilanda aksi jual alias turun menyusul turunnya seluruh Indeks di Wall Street disertai dengan berjatuhannya harga komoditas," kata Edwin, Jumat (16/9).
Beberapa harga komoditas yang anjlok antara lain harga minyak mentah 4,53%, emas jatuh 2,11%, harga batu bara juga turun 0,27%, sedangkan harga nikel terperosok 4,23%.
Sementara itu, Head of Research Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya, dalam risetnya memaparkan, kemarin bursa saham AS anjlok karena naiknya imbal hasil Treasury AS naik di tengah meningkatnya kemungkinan Fed akan menerapkan kenaikan suku bunga Fed 75 basis poin pada pertemuan kebijakan mendatang.
Sedangkan, di sektor komoditas, harga minyak mentah WTI turun 3.6% menjadi US$ 85.31 per barel di tengah kekhawatiran atas permintaan global dan dolar yang lebih kuat.