Bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street rontok pada akhir perdagangan Kamis (29/9) waktu setempat, atau Jumat pagi (30/9) WIB. Kondisi ini dipicu berlanjutnya aksi jual investor di tengah kekhawatiran pelemahan dolar AS sekaligus pasar utang akibat bank sentral AS, Federal Reserve yang agresif melawan inflasi.
Dikutip dari Reuters, Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 458,13 poin atau 1,54%, menetap di level 29.225 poin. Di saat bersamaan, Indeks S&P 500 jatuh 78,57 poin atau 2,11%, dan berakhir di level 3.640 poin, penutupan terendah baru untuk tahun ini. Indeks Komposit Nasdaq anjlok 314,13 poin atau 2,84%, menjadi ditutup di level 10.737 poin.
Seluruh atau 11 sektor utama S&P 500 ditutup di zona merah, dengan sektor utilitas dan konsumer non-primer masing-masing terpuruk 4,07% dan 3,38%, memimpin kerugian.
Indeks S&P 500 menyentuh posisi terendah sejak November 2020. Turun lebih dari 8% pada September, dan berada di jalur terburuk sejak September 2008.
Saham berkapitalisasi raksasa, Apple anjlok 4,9% pada Kamis (29/9), setelah analis Bank of America menurunkan peringkat saham dari status Beli menjadi Netral. Sementara itu, harga saham Nvidia Corp merosot lebih dari 4%, menyeret Nasdaq mendekati level terendah 2022, yang ditetapkan pada pertengahan Juni.
Aksi jual obligasi pemerintah AS berlanjut karena pejabat The Fed tidak memberikan indikasi bahwa bank sentral AS akan mengubah rencananya untuk secara menaikkan suku bunga secara agresif guna menurunkan inflasi yang tinggi.
Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan, pihaknya tidak melihat tekanan di pasar keuangan AS sehingga akan tetap menjalankan kampanye bank sentral untuk menurunkan inflasi melalui kenaikan suku bunga.
Di sisi ekonomi, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan, data pengangguran awal turun 16.000 orang menjadi 193.000 orang dalam pekan yang berakhir 24 September. Angka tersebut merupakan level data terendah sejak akhir April, dan memperkuat potensi Federal Reserve akan melanjutkan kampanye kenaikan suku bunganya.
"Kabar baik (data pengangguran rendah) tersebut adalah berita buruk karena angka pekerjaan hari ini kembali menegaskan bahwa perjalanan The Fed masih panjang," kata Phil Blancato, kepala Manajemen Aset Ladenburg Thalmann dikutip Reuters.
Menurut dia, ketakutan investor saham adalah kebijakan The Fed memicu resesi yang sangat dalam, dan akan menyebabkan resesi pendapatan. Hal itu yang menyebabkan investor menjual sahamnya.