Indeks-indeks utama Wall Street bergerak variatif, dengan penurunan tertinggi masih oleh indeks Nasdaq lebih dari 1% pada penutupan perdagangan Selasa (11/10) waktu Amerika Serikat (AS), atau Rabu (12/10) pagi waktu Indonesia.
Analis menilai investor sedang menunggu serangkaian sorotan ekonomi akhir pekan ini, termasuk laporan indeks harga konsumen AS untuk September pada Kamis (13/10), dan data penjualan ritel AS pada Jumat (14/10).
Berdasarkan data RTI, Indeks S&P 500 dan Nasdaq berakhir di zona merah, terseret oleh pelemahan seluruh saham sektor teknologi. Hal ini terjadi di tengah kekhawatiran investor menjelang pengumuman data inflasi utama AS, dan dimulainya laporan keuangan perusahaan kuartal III akhir pekan ini.
Indeks Dow Jones Industrial Average terangkat 0,12% atau 36,31 poin, menjadi 29.239,19. Indeks S&P 500 terpangkas 0,65% atau 23,55 poin dan berakhir di level 3.588,84. Indeks Komposit Nasdaq merosot paling dalam, hingga 1,1% atau 115,91 poin, menjadi 10.426,19, penutupan terendah sejak Juli 2020.
Pergerakan indeks kemarin menandai penurunan sesi kelima berturut-turut untuk S&P 500 dan Nasdaq. Indeks Dow berakhir lebih tinggi, dibantu oleh saham Amgen Inc yang melonjak 5,7% setelah laporan Morgan Stanley mengerek saham produsen obat itu menjadi overweight dari equal weight.
Tujuh dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor jasa-jasa komunikasi dan teknologi masing-masing tergelincir 1,63% dan 1,52%, memimpin penurunan sektoral. Sementara itu, sektor real estat menguat 1,02%, merupakan sektor bisnis dengan kinerja terbaik.
"Tidak ada berita baru, selain ketakutan bahwa inflasi, dan kenaikan suku bunga The Fed yang berlanjut akan memperlambat ekonomi ke dalam resesi yang dalam," kata Kevin Matras, Wakil Presiden Eksekutif di Zacks Investment Research, seperti dikutip Antara, Rabu (12/10).
Sebelumnya, CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon memperkirakan AS menuju resesi dalam enam hingga sembilan bulan ke depan dan saham-saham perusahaan bisa merosot lebih jauh.