Ini Strategi GOTO Capai EBITDA Positif di Akhir 2023

GOTO
Manajemen GOTO
Penulis: Syahrizal Sidik
17/2/2023, 17.26 WIB

Emiten teknologi, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menyampaikan berbagai upaya percepatan profitabilitas. Salah satu indikator atau metrik keuangan yang digunakan  mencerminkan profitabilitas adalah EBITDA disesuaikan (adjusted EBIDTA). 

EBITDA merupakan perolehan laba perusahaan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Sebelumnya, GOTO menggunakan marjin kontribusi sebagai pendekatan dalam memahami kinerja.

Pada diskusi dengan jurnalis dan analis Kamis malam (16/2), CEO GOTO Andre Soelistyo memaparkan, untuk mempercepat pencapaian laba, GOTO akan fokus terhadap tiga hal yaitu peningkatan monetisasi, optimalisasi beban usaha perseroan dan menghadirkan layanan kunci untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang.

Melalui upaya tersebut, GOTO menargetkan perseroan dapat mencapai titik positif EBITDA yang disesuaikan pada kuartal 4 tahun 2023 atau bisa dikatakan akhir tahun ini. Target tersebut lebih cepat 5-6 kuartal dari pedoman kinerja sebelumnya.

Lalu, seberapa penting adjusted EBITDA dan apa maknanya bagi investor?

Dalam konteks dunia startup, metrik keuangan yang sering dijadikan acuan terkait profitabilitas adalah margin kontribusi (Contribution Margin/CM) dan EBITDA yang disesuaikan. 

Secara sederhana, model bisnis GOTO merupakan perusahaan teknologi, penyedia platform, yang mempertemukan antara penjual dan pembeli, antara penyedia dan pengguna jasa. Setiap transaksi yang terjadi di dalam platform tersebut dikenal sebagai Nilai Transaksi Bruto atau Gross Transaction Value (GTV).

GTV ini tentu belum mencerminkan pendapatan yang diterima GOTO. Misalnya, jika konsumen membeli kulkas di Tokopedia, tentu sebagian besar pembayaran masuk ke kantong penjual. Begitu juga kalau pesan GoFood, mayoritas nilai transaksi masuk ke kocek pemilik restoran.

Dari GTV tersebut GOTO mengambil komisi atas transaksi. Inilah yang disebut sebagai revenue perseroan. Bahasa gampangnya adalah pendapatan bruto. Besarannya disebut sebagai take rate. Pendapatan ini kemudian dikurangi dengan beban pokok pendapatan/penjualan dan insentif pemasaran produk. Hasil dari pengurangan ini disebut dengan marjin kontribusi.

Jika kita pernah membaca informasi bahwa GOTO telah mencapai margin kontribusi positif, maka artinya pendapatan yang diraih perseroan sudah lebih besar dari sejumlah beban pokok pendapatan dan insentif pemasaran. Andre menegaskan, CM positif bakal diraih pada kuartal I-2023, jauh lebih cepat dari target sebelumnya.

Manajemen GOTO kini menargetkan EBITDA disesuaikan akan positif pada kuartal IV-2023, lebih cepat 18 bulan dari target sebelumnya. Lantas, apa bedanya marjin kontribusi dengan EBITDA disesuaikan? 

Metrik ini sebetulnya cukup lumrah ditemui. EBITDA digunakan untuk mengetahui seberapa baik sebuah perusahaan bisa menghasilkan pendapatan dalam bentuk kas, khususnya dari bisnis inti. Bahkan, bukan hanya di perusahaan teknologi, EBITDA sering dipakai bankir dalam mengukur nasabah korporasi, apakah mereka bisa menghasilkan uang yang cukup untuk membayar kembali pinjaman.

Bedanya, GOTO menggunakan kata EBITDA yang disesuaikan. Selain dari EBITDA yang mengecualikan beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi, manajemen GOTO menyesuaikan sejumlah hal lain yang tidak menjadi bagian dari bisnis intinya. Sebut saja, perubahan nilai instrumen keuangan atau laba/rugi yang didapat dari investasi di entitas asosiasi, yang tentu bukan menjadi sumber pendapatan dari bisnis inti GOTO.

Dengan penyesuaian tersebut, pendapatan yang diterima GOTO dan dikurangi sejumlah beban pokok pendapatan, pemasaran, dan insentif, akan menghasilkan margin kontribusi. Margin kontribusi, dikurangi dengan sejumlah beban operasional yang bersifat non-kas, akan menghasilkan EBITDA yang disesuaikan. Inilah yang diharap GOTO akan menjadi positif di akhir tahun.

Manajemen GOTO menyebutkan bahwa EBITDA disesuaikan yang positif mencerminkan bahwa suatu perusahaan dapat mencetak pendapatan jauh lebih besar dibandingkan dengan beban operasional bersifat kas yang sejalan dengan bisnis inti GOTO.

Artinya, pendapatan yang memang diterima GOTO dari bisnis On-Demand, E-Commerce, dan Financial Technology, bukan dari pendapatan di luar bisnis intinya seperti untung dari investasinya di perusahaan lain.

Lebih lanjut, manajemen menegaskan ketika EBITDA disesuaikan sudah positif berarti GOTO semakin mampu mendanai operasional perusahaan melalui arus kasnya sendiri, tanpa harus bergantung dari pendanaan eksternal atau suntikan dana investor.

Untuk diketahui, di sepanjang tahun 2022, GOTO terus memperbaiki kinerja keuangannya. Pada kuartal I-2022, EBITDA disesuaikan perseroan tercatat minus Rp 5,45 triliun. Kemudian, pada kuartal II-2022, kerugian GOTO tercermin dari EBITDA perseroan menurun menjadi minus Rp 4,14 triliun dan terakhir di kuartal III menjadi minus Rp 3,7 triliun.

“Sebagai hasil dari pelaksanaan strategi yang terus berlangsung tersebut, Perseroan akan dapat mencatatkan EBITDA yang disesuaikan menjadi positif pada kuartal empat tahun 2023.” Kata CEO GOTO Andre Soelistyo.

Merespons mengenai upaya percepatan GOTO menuju profitabilitas tersebut, analis pasar modal turut merespons positif atas upaya perbaikan fundamental tersebut.

“Titik impas dari EBITDA [GOTO] 5 kuartal lebih cepat dari perkiraan kami di kuartal 1 2025 sejalan dengan Shopee (akhir 2023) tetapi lebih cepat dari Grab (semester 2 2024), meskipun GOTO hanya beroperasi di Indonesia. Kami perkirakan harga saham akan merespons positif,” tulis Adrian Joezer dari Mandiri Sekuritas dalam laporan risetnya.

Mandiri Sekuritas mempertahankan rating beli untuk saham GOTO dengan target harga di Rp 230 setiap saham.