Kekhawatiran akan ambruknya tiga bank besar di AS ditambah satu bank investasi besar di Swiss Credit Suisse mulai mereda. Sehingga diharapkan tidak akan ada dampak sistemik atau semacamnya ke Indonesia.
Apalagi kasus yang menimpa Silicon Valley Bank (SVB) ini jauh lebih kecil dibanding Lehman Brothers yang kolaps di tahun 2008) kecuali secara psikologis saja. Hal itu merupakan kabar bagus. Termasuk bagi sektor saham perbankan tak terkecuali terhadap emiten bank digital.
Hal itu nampak dari pergerakan saham-saham bank digital pada sesi I, Jumat (17/3). Di mana, harganya bahkan sudah ada yang melesat hingga 8%.
Senior Analis Pasar Keuangan dari DCFX Lukman Leong mengatakan, bank-bank berhasil rebound oleh harapan bailout dari pemerintah dan bank sentral. Kemaren Credit Suise mendapatkan dana dari SNB untuk menahan gejolak perbankan.
Seperti diketahui, seiring dari pernyataan dari Pemerintah AS bahwa dana tabungan nasabah SVB akan dijamin, maka dampaknya ke pasar saham Indonesia tidak akan signifikan. Termasuk pernyataan teranyar bahwa investor kembali mendapat kabar baik setelah 11 bank di AS ingin menyelamatkan First Republic Bank agar risiko penularan dari krisis SVB tidak berlanjut meluas.
11 bank sepakat untuk menyetor dana senilai US$ 30 miliar ke First Republic Bank untuk menghindarkan bank tersebut dari kebangkrutan. Mulai dari Bank of America, Wells Fargo, Citigroup, JP Morgan Chase, Goldman Sachs, Morgan Stanley, Truist, PNC, US Bancorp, State Street, Bank of New York Mellon.
Namun kenaikan harga saham bank digital, menurut Lukman hanya bersifat sementara. Sebab masih banyak ketidakpastian pada kejatuhan bank akhir-akhir ini. Di sisi lain pelaku pasar tengah menantikan pernyataan The Fed dalam FOMC pekan depan.
Meski begitu, dia menilai bank digital masih akan menarik ke depannya. “Saya melihat kebutuhan saja. Bank digital tidak akan banyak beda dari bank konvesional pada umumnya,” kata Lukman kepada Katadata, Jumat (17/3).
Pada penutupan perdagangan sesi I, Jumat (17/3) tercatat PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) melonjak paling tinggi dengan 7,74% ke level Rp 515 per saham. Disusul PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) dengan kenaikan 6,25% ke level Rp 1.190 per saham.
Lalu bank digital milik BRI, PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) naik 5,20% ke level Rp 364 per saham dan PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) milik Grup MNC naik 3,49% ke level Rp 89 per saham.
Adapun saham bank digital berkapitalisasi pasar besar (big cap) yakni PT Bank Jago Tbk (ARTO) juga menguat 3,24% menjadi Rp 2.230 per saham.
Sedangkan bank digital yang fokus pada sektor ritel dan UMKM, PT Bank Amar Indonesia (AMAR) turun 0,64% menjadi Rp 312 begitujuga dengan saham emiten milik CT Corp PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) harus turun 0,32% menjadi Rp 1.545 per saham.
Sementara PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) dan PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW) ditutup stagnan masing-masing di Rp 130 dan Rp 79 per sahamnya.
Untuk informasi, kinerja saham bank digital sempat menjadi primadona pada 2021 lalu. Dalam statistik Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun tersebut, harga saham sektor ini melompat jauh dari 79% hingga 4.368%.
Peningkatan paling besar, yakni 4.368%, terjadi pada saham PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI). Namun hanya dalam rentang waktu setahun, musim dingin menghantam sektor tersebut secara signifikan. Sejak awal tahun lalu, harga saham bank digital turun di kisaran 6,27% hingga 76%.
Adapun bank digital semakin diminati masyarakat seturut perkembangan teknologi yang kian pesat. Ini terlihat dari data Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan bahwa nilai transaksi bank digital sudah tembus Rp 52,24 triliun sepanjang 2022. Angka tersebut meningkat 22,13% secara tahunan. Pada tahun ini BI memproyeksikan nilai transaksi juga akan tumbuh di kisaran 22%.