Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini masih menggodok aturan mengenai bursa karbon, dari sisi penyelenggara hingga mekanisme pembayarannya. Pembahasan Peraturan OJK (POJK) bursa karbon di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun masih tertunda.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan hingga saat ini OJK dan DPR belum sepakat menentukan siapa yang akan menjadi penyelenggara bursa karbon di Tanah Air.
"Siapa bilang BEI, kan belum ditentukan. Bisa saja ada yang mengajukan diri untuk menjadi penyelenggara," kata Inarno, saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Selasa (27/6). Inarno menjelaskan, penyelenggara bursa karbon tidak hanya satu pihak dan sifatnya bisa terbuka.
Inarno menambahkan, nantinya implementasi penyelenggaraan nilai ekonomi karbon tidak dilakukan dengan mekanisme pembayaran berbasis hasil menggunakan Result Based Payment (RBP). Ini berkebalikan dengan pernyataan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar yang sebelumnya menyebut mekanisme pembayaran nilai ekonomi karbon menggunakan RBP.
Adapun, RBP yaitu insentif atau pembayaran yang diperoleh dari hasil capaian pengurangan emisi GRK yang telah diverifikasi atau terverifikasi dan manfaat selain karbon yang telah divalidasi.
"Enggak, RBP bukan. Ada dua, batas atas emisi GRK (BAE) dan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK (SPE) itu sistemnya," katanya. Namun, dirinya mengatakan belum ada keputusan secara resmi dan masih menunggu konsultasi ke DPR.
Dia juga belum dapat menyampaikan secara detail mengenai perusahaan yang menjadi pembeli maupun penjual. "Nanti kan ada, biasanya industri yang jadi poluters akan menjadi pemain. Bisa saja PLTU," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI Muhamad Misbakhun mengatakan tertundanya pembahasan aturan mengenai bursa karbon sebab POJK-nya yang dibahas mengenai pemisahan unit syariah. Dia menyebut pembahasan bursa karbon akan segera menyusul.
"Karena tidak mungkin lagi waktunya. Tapi kita sudah minta OJK segera dibahas, secepatnya," katanya.
Sebagai informasi, bentuk badan usaha untuk penyelenggara bursa karbon yaitu perseroan terbatas yang memiliki izin usaha sebagai Penyelenggara Bursa Karbon dari Otoritas Jasa Keuangan.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan kemungkinan besar bursa karbon tidak seperti bursa saham.
"Pihak-pihak yang bisa memiliki karbon kredit tentu bukanlah perorangan. Kemudian sebagai pembelinya juga tentu pihak-pihak yang membutuhkan karbon kredit," katanya saat temu wartawan di Jakarta, Kamis (2/2).
Dia mengatakan, model perdagangannya, dari sisi pihak yang melakukan penjualan dan pembelian merupakan badan usaha. Namun Jeffrey mengatakan masih mendiskusikan badan usaha mana yang menjadi penjual dan pembeli.