Sriwijaya Air mendapatkan persetujuan para kreditur untuk menyelesaikan kewajibannya kepada mitra bisnis dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Salah satu faktornya karena Sriwijaya Air berencana melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO).
Perusahaan menjalani sidang putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (12/6) kemarin. Berdasarkan hasil pemungutan suara PKPU, tingkat kehadiran kreditur separatis mencapai 100% dengan jumlah tagihan Rp 3,62 triliun yang mewakili 362.702 suara.
Sedangkan kreditur konkuren, jumlah kehadiran mencapai 76 kreditur, di mana 70 kreditur menyatakan setuju terhadap rencana perdamaian. Adapun, 70 kreditur tersebut mewakili 92% dari yang hadir terhadap jumlah tagihan Rp 3,44 triliun ekuivalen dengan jumlah suara 344.395 atau 93,3% menyatakan setuju.
Sebanyak 6 kreditur yang tidak setuju, mewakili 8% dari jumlah kreditur yang hadir yang mewakili jumlah tagihan Rp 246,12 miliar atau dengan ekuivalen jumlah suara 24.613 yang mewakili presentase tak setuju yakni sebesar 6,67%.
Perwakilan Tim Pengurus Sriwijaya Air Januardo Sihombing mengatakan, dari dua golongan yaitu kreditur separatis dan kreditor konkuren. Separatis berhasil meraih 100% suara setuju senilai kurang lebih Rp 3,4 triliun, di konkuren 93,3% mewakili 100% suara konkuren. Total tagihan senilai Rp 7,3 triliun disetujui mayoritas kreditor separatis dan konkuren setuju terkait proposal perdamaian Sriwijaya Air.
Januardo mengungkapkan, kreditor konkuren yang tidak menyetujui proposal perdamaian yang diajukan Sriwijaya Air, sifatnya adalah abstein. Mereka adalah investor asing yang memang masih menunggu approval dari kliennya.
"Mereka abstein karena masih menunggu approval dari kliennya, karena mereka asing kan, ada hal-hal yang membatasi ruang gerak. Yang satu tidak setuju itu biasa ya, mungkin alasan komersial," katanya Januardo, dalam keterangan resmi, Kamis (13/6).
Namun, mayoritasnya 93% setuju, artinya proposal perdamaian Sriwijaya Air ini betul-betul bisa dipercaya bisa dilakukan oleh para kreditor. Adapun lama penundaan pembayaran kepada kreditor, kata dia, bervariasi, dengan tenggat waktu 8 tahun hingga 15 tahun. "Itu untuk lessor yang nonaktif, pesawat sudah ditarik," jelasnya.
Lebih lanjut Januardo mengungkap bahwa proposal perdamaian yang dijalankan Sriwijaya Air dan disetujui para kreditor, salah satunya yakni terkait dengan kerjasama mitra strategis.
Selain itu, salah satu poin pada proposal perdamaian tersebut yakni Sriwijaya Air akan melakukan listing perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini dilakukan perusahaan untuk mencari modal strategis guna pengembangan perusahaan.
"(IPO) ini adalah rencana yang ada dalam proposal perdamaian. Salah satu business plannya adalah IPO," tegasnya.
Sementara itu, Financial Advisor Sriwijaya dari Triple B, Noprian Fadli mengatakan proposal perdamaian itu juga akan memberikan kenyamanan bagi dua belah pihak.
"Menurut perhitungan saya, ini mengurangi beban keuangan sekitar minimum 80% dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu, berjalannya operasional, yang equitynya tadinya negatif jadi positif," tuturnya.
Sriwijaya Air optimis kewajiban pembayaran utang kepada mitra bisnis dapat diselesaikan dengan baik ke depannya, setelah adanya putusan homologasi ini. Mengingat industri penerbangan di Indonesia terus membaik setelah berakhirnya status pandemi Covid-19 dan dibukanya rute-rute penerbangan dari dan ke luar negeri.