Aturan Bursa Karbon Terbit, OJK Masih Cari Penyelenggara Perdagangan
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akhirnya menerbitkan peraturan OJK Nomor 14 tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon hari ini, Kamis (3/8).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa dalam peraturan tersebut, aktivitas perdagangan di bursa karbon rencananya akan dimulai September 2023 mendatang.
Namun, Inarno menjelaskan bahwa hingga saat ini OJK masih belum menunjuk pihak yang akan menjadi penyelenggara perdagangan karbon.
“Hari ini adalah hari yang baik, baru keluar POJK 14 tahun 2023 tentang perdagangan karbon melalui bursa karbon tentunya ini merupakan landasan hukum penyelenggaraan bursa karbon,” ujar Inarno dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK secara virtual, Kamis (3/8).
Meski belum menunjuk pihak penyelenggara perdagangan karbon, mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia BEI ini mengaku optimistis penyelenggaraan perdagangan karbon akan berjalan sesuai rencana.
“Kita tunggu saja siapa penyelenggaranya, tentu sudah ada beberapa yang berminat, silahkan mendaftarkan di OJK, untuk POJK sudah mencakup ketentuan umum, unit karbon apa saja yang diperdagangkan, dan mengatur tata cara perizinan bursa karbon di Indonesia,” ujar Inarno.
Inarno mempersilakan seluruh pihak untuk mendaftarkan diri jika ingin menjadi penyelenggara bursa karbon. Menurut dia, sampai saat ini sudah ada beberapa pihak yang berminat menjadi penyelenggara bursa karbon.
Tujuan penerbitan bursa karbon ialah mendorong nilai ekonomi karbon dan target net zero emission. Pengurangan CO2 melalui National Determined Contribution (NDC) ditargetkan menjadi 31,89% dari upaya sendiri, dan 43,2% dengan dukungan internasional pada 2023.
Diberitakan sebelumnya, Inarno mengatakan Indonesia memiliki peluang yang besar dalam perdagangan karbon. Salah satunya adalah subsektor pembangkit tenaga listrik. Indonesia mempunyai 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara untuk dapat mengikuti perdagangan karbon tahun ini.
Jumlah ini setara dengan 86% dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia,” kata Inarno.
Adapun PLTU yang ikut dalam perdagangan karbon adalah PLTU di atas 100 megawatt (MW) dan 2024 di atas 50 MW. Kemudian pada 2025 diharapkan seluruh PLTU dan PLTG akan masuk pasar karbon.