Sejumlah emiten yang bergerak di bisnis energi baru terbarukan diprediksi akan mendapat keuntungan dengan penyelenggaraan perdagangan karbon di dalam negeri. Hanya tinggal menghitung hari, debut perdana bursa karbon sedianya akan dimulai September tahun ini.
Otoritas Jasa Keuangan juga telah menerbitkan Peraturan OJK atau POJK No.14/2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon. Kehadiran bursa karbon diproyeksi dapat menjadi katalis positif bagi emiten Energi Baru Terbarukan atau EBT di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengatakan potensi bursa karbon, sejauh ini belum bisa diukur seberapa besarnya terhadap emiten secara langsung. Namun, katanya, dari sisi pendapatan, bursa karbon akan menguntungkan Indonesia.
"Apalagi ada perdagangan karbon yang berbasis kinerja, yang di mana ini tentu memberikan keuntungan yang lebih besar karena tetap berada di Indonesia nantinya," kata Nico kepada Katadata, Jumat (25/8).
Founder Komunitas Golnvest Marcelius Patria mengatakan perdagangan karbon berpotensi menguntungkan perusahaan yang memiliki tingkat emisi karbon yang rendah. Setidaknya, ada empat emiten yang akan diuntungkan karena bisa menjual kredit karbonnya.
Empat perusahaan itu antara lain PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang menjalankan usaha pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal. Emiten milik Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) juga mulai fokus ke bisnis EBT, terutama geothermal.
Sedangkan, emiten lainnya yakni entitas yang terafiliasi dengan Grup Astra, PT Arkora Hydro Tbk (AKRO) di bisnis pembangkit listrik tenaga hidro, dan PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) yang juga bergerak di bisnis EBT.
"Meski demikian, perusahaan baru bisa memperdagangkan kredit karbonnya setelah memverifikasi aset yang dimiliki untuk mendapat total nilai unit karbon yang dapat dijual," kata Marcelius, dalam publikasinya di Stockbit, Jumat (25/8).
Menurut Marcelius, PGEO dan BRPT telah mencatat pendapatan dari penjualan kredit karbon, masing-masing sebesar US$ 747 ribu dan US$ 3,57 juta, pada kuartal dua 2023. "Jika dibandingkan dengan EBITDA-nya, jumlah tersebut setara 0,94% untuk PGEO dan 0,75% untuk BRPT," katanya.
Menariknya, secara tren, keempat saham emiten yang berpotensi diuntungkan dari bursa karbon ini kompak terus naik dalam dua pekan terakhir. Berikut selengkapnya:
1. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO)
Melansir dari RTI pada 15.05 WIB, harga saham PGEO naik 2,36% ke level Rp 1.085. Namun pada awal perdagangan sahamnya sempat berada di zona merah dengan Rp 970 per saham sebagai level paling rendah. Dalam dua pekan terakhir, saham PGE sudah naik 16,5%.
Hari ini, volume saham yang diperdagangkan tercatat 156,84 juta dengan nilai transaksi Rp 163,42 miliar. Sementara itu, frekuensi perdagangannya tercatat sebanyak 13.156 kali. Sementara kapitalisasi pasarnya yaitu Rp 44,91 triliun.
2. PT Barito Pacific Tbk (BRPT)
Harga saham Barito Pacific naik 3% ke level Rp 1.030. Saham BRPT menguat sejak awal perdagangan hari ini, dengan level tertingginya Rp 1.055 per saham. Sedangkan, dua pekan terakhir ini, sahamnya naik 28,2%.
Volume saham BRPT yang diperdagangkan hari ini sebanyak 145,87 juta dengan nilai transaksi Rp 150,27 miliar. Sementara itu, frekuensi perdagangannya sebanyak 14.258 kali. Sementara kapitalisasi pasarnya yaitu Rp 96,56 triliun.
3. PT Arkora Hydro Tbk (AKRO)
Saham Arkora Hydro menguat 2,11% ke level Rp. Saham BRPT sempat mengalami koreksi pada awal perdagangan dengan level terendah Rp 695 per saham. Bila dilihat dua minggu terakhir, saham ARKO juga naik 8,4%.
Volume saham ARKO hari ini diperdagangkan sebanyak 21,78 juta dengan nilai transaksi Rp 15,9 miliar. Sementara frekuensi perdagangannya tercatat 2.556 kali. Lalu kapitalisasi pasarnya yaitu Rp 2,12 triliun.
4. PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN)
Saham KEEN menanjak 3,25% ke level Rp 795. Saham KEEN sempat menyentuh level tertingginya di Rp 810 per saham.
Volume saham yang diperdagangkan tercatat 25,07 juta dengan nilai transaksi Rp 19,92 miliar. Sementara itu, frekuensi perdagangannya tercatat sebanyak 2.944 kali. Sementara kapitalisasi pasarnya yaitu Rp 2,91 triliun.