Indonesia tengah memasuki tahun politik menjelang pemilihan presiden alias Pilpres tahun 2024. Saat ini sudah ada tiga nama yang sudah mengumumkan akan berlaga pada kontestasi politik pada tahun depan, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.
Sama seperti Pemilu sebelumnya, pesta demokrasi lima tahunan esok diprediksi bakal berlangsung meriah.
Pesta demokrasi lima tahunan ini sudah sejak lama meramaikan atmosfer politik Tanah Air. Indonesia terhitung telah menyelenggarakan Pemilu sebanyak lima kali sejak dilakukan pertama kali pada 1999. Namun pemilihan umum atau Pemilu ternyata tak hanya membawa keceriaan pada kondisi perpolitikan Indonesia. Pemilu 2024 juga membawa nuansa positif bagi kondisi perekonomian Tanah Air termasuk pada saham-saham di Bursa Efek Indonesia.
Namun bagi Lo Kheng Hong, Pilpres menurutnya tak terlalu membuatnya bingung atas saham-saham apa yang akan menarik nantinya. Hal itu tak mengherankan mengingat Lo Kheng Hong dikenal sebagai investor bertipe value investing, investasi berbasis nilai, atau jangka panjang.
"Saya beli saham tidak dikaitkan dengan faktor makro ekonomi politik, saya beli liat mikro, lihat perusahaan itu saja. Ketika kita beli rumah masa beli rumah dikaitkan dengan sosial ekonomi politik. Kita hanya lihat desain, lokasi, keamanan dan segalanya bagus," kata Lo Kheng Hong dalam channel Youtube WinMax Gallery dikutip Rabu (6/9).
Begitupun dengan beli perusahaan. Apakah perusahaan tersebut bisa memberikan keuntungan yang besar, lalu valuasi sahamnya murah atau tidak.
Meski begitu ia mengatakan, biasanya usai Pemilu maka banyak saham-saham yang akan menguat. Apalagi jika presiden dan wakilnya secara umum bisa diterima oleh pasar.
"Tapi biasanya habis Pemilu pada mencolot semua saham," ujar Lo Kheng Hong.
Secara berbeda, pengamat pasar modal yang juga pendiri Avere Mitra Investama Teguh Hidayat mengatakan, setiap Pemilu tentunya diawali dengan masa kampanye terlebih dahulu, di mana para calon presiden semuanya mengobral janji-janji untuk masyarakat. Kemudian jika janji-janji tersebut berkaitan dengan industri atau sektor ekonomi tertentu, maka saham dari emiten di sektor yang bersangkutan bisa naik banyak, bahkan meski janji-janji itu sama sekali belum terealisasi.
Contohnya pada Pilpres 2014 lalu, salah seorang capres ketika itu yakni Jokowi sudah berkampanye bahwa jika ia terpilih jadi presiden, maka ia akan membangun infrastruktur besar-besaran di seluruh Indonesia. Alhasil saham-saham BUMN karya seperti PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT PP Tbk (PTPP), hingga PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) semuanya naik signifikan.
"Kenaikan itu bahkan sejak tahun 2013 dan kembali naik di tahun 2014 ketika Jokowi resmi terpilih sebagai presiden, meskipun pembangunan infrastruktur itu sendiri ketika itu masih belum dimulai," ujar Teguh dalam laman resminya.
Namun untuk tahun 2019 ceritanya agak berbeda karena suasana politik ketika itu cenderung sangat panas terutama sejak Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, sehingga investor kemudian menjadi khawatir, plus terbongkarnya skandal Jiwasraya pada akhir tahun 2019 tersebut, yang kemudian bikin investor keluar.
Alhasil untuk tahun 2019 IHSG secara keseluruhan hanya naik 1,7% saja atau jauh lebih rendah dibanding kenaikan pada tahun Pemilu 2004, 2009, dan 2014.
Sementara untuk tahun Pemilu 2024 ini menurut Teguh, pemerintah sudah mulai bagi-bagi Sembako sehingga tingkat konsumsi diharapkan akan naik. Sedangkan kinerja ekonomi makro itu secara umum sudah pulih pasca pandemi, plus situasi politik pada hari ini juga jauh lebih adem dibanding tahun 2019 lalu.
"Sehingga dengan asumsi tidak ada kejutan lagi seperti dulu kasus Jiwasraya, maka harusnya saham-saham akan naik signifikan di tahun 2024 nanti. Dan agar cuannya maksimal maka investor bisa ambil posisi belanja sejak dari sekarang atau paling lambat pada akhir tahun 2023 nanti," kata Teguh.
Lalu soal pilihan sahamnya apa saja, karena bakal capres belum menawarkan janji-janji yang secara spesifik menyasar sektor ekonomi tertentu, maka hal itu belum nampak.
Di sisi lain kalaupun menganggap bahwa siapapun presidennya nanti ia akan melanjutkan pembangunan infrastruktur, maka situasi BUMN karya pada hari ini sudah sangat berbeda dibanding tahun 2014 lalu.
Di mana meski Waskita Karya dan lainnya masih terus menerima proyek infrastruktur baru dari pemerintah, tapi kondisi saat ini jauh berbeda dengan Pemilu sebelumnya.