Investor saham Amerika Serikat (AS) mengalihkan fokus mereka ke data inflasi Agustus 2023 yang akan dirilis pada Rabu (13/9) nanti. Melansir data trading economic, inflasi umum diperkirakan akan melonjak ke 3,6% secara tahunan dari bulan sebelumnya sebesar 3,2%.
Selain data inflasi penting, rilis iPhone baru dan negosiasi perburuhan yang kontroversial jadi yang ditunggu-tunggu investor. Di sisi korporat, Apple (AAPL) dijadwalkan menjadi tuan rumah acara musim gugur pada hari Selasa (12/9) dengan rilisnya iPhone 15, jam tangan Apple, dan port pengisian daya baru.
“Secara historis, peluncuran iPhone telah menjadi peristiwa yang menarik perhatian. Meskipun kami tidak memperkirakan reaksi saham terhadap acara Wonderlust pada 12 September akan berbeda tahun ini. Kami tetap yakin bahwa ekspektasi iPhone 2024 terlalu rendah,” tulis analis Morgan Stanley Erik Woodring dikutip dari Yahoo Finance, Senin (11/9).
Pekan lalu pasar melanjutkan perdagangan berombak yang dimulai pada bulan Agustus, karena kekhawatiran terhadap inflasi harga yang kaku dari laporan sektor jasa bulan lalu menyebabkan saham melemah pada hari Rabu. Sementara penurunan saham teknologi karena kekhawatiran terhadap perekonomian Tiongkok membebani pasar ekuitas.
Sementara angka inflasi dapat membawa sentimen jangka pendek bagi pasar, yang sebelumnya sempat goyah akibat sejumlah kabar makro dalam beberapa pekan terakhir.
Secara historis, tiga indeks utama Wall Street masih berkinerja positif sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd). S&P 500 tumbuh 16%, terdongkrak optimisme bahwa bank sentral AS, The Fed mampu menurunkan inflasi tanpa berdampak buruk terhadap pertumbuhan.
Data tenaga kerja pekan lalu juga cukup berperan menahan pasar dari tekanan. Hal ini mengindikasikan iklim ketenagakerjaan masih cukup kuat di Negeri Paman Sam, meskipun belum mampu mengimbangi kekhawatiran terhadap potensi kenaikan bunga.
"Inflasi ini masih jauh dari kata bisa dikalahkan," kata Head of Tallbacken Capital Advisors Michael Purves, dilansir Economic Times dikutip Senin (11/9).
Data CPI pekan ini dinilainya perlu mencapai keseimbangan. Sebab angka yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama, atau bahkan mengereknya lagi dalam beberapa bulan mendatang.
Pertemuan The Fed akan berlangsung pada 19-20 September 2023. Sebelumnya pada agenda Juli, The Fed telah mengerek bunga acuan 25 bps menjadi 5,25%-5,50%, sekaligus memproyeksikan akan ada kenaikan lanjutan demi mengatasi inflasi.
Indikator FedWatch dari CME Group membaca terdapat peluang 44% bahwa The Fed akan mengerek bunga acuan pada November mendatang. Pasar dinilai masih cukup percaya diri suku bunga akan dipertahankan pada pertemuan September ini.
Diketahui suku bunga tinggi merupakan kabar tak sedap bagi bursa saham. Ini akan mengusik selera investor terhadap aset-aset berisiko seperti saham dan komoditas. Tak hanya itu, suku bunga tinggi juga dapat memicu ekspektasi terjadinya perlambatan ekonomi.
"Jika inflasi lebih tinggi, maka kita akan melihat ekspektasi kenaikan suku bunga akan meningkat," ucap Direktur Pelaksana Tradaing dan Derivatif di Schwab Center for Financial Research, Randy Fredercik.