Indonesia sedang memasuki tahun politik menjelang pemilihan presiden alias Pilpres tahun 2024. Pesta demokrasi Indonesia yang dilaksanakan 5 tahunan ini, akan berdampak kepada pasar saham, terutama bagi emiten berkapitalisasi besar atau big cap.
Algo Research Team mengatakan selama 90 hari sebelum pemilu, biasanya laju bursa saham domestik berkinerja positif, sebagian besar penopangnya berasal dari saham-saham berkapitalisasi besar. Hal ini karena, arus modal biasanya mengalir pada perusahaan dengan kapitalisasi besar terlebih dahulu. Terutama, selama periode ketidakpastian seperti siklus politik.
Di sisi lain, beberapa saham dengan skala kapitalisasi pasar kecil-menengah memiliki kontribusi negatif. Saham-saham berkapitalisasi kecil-menengah bisa berkinerja lebih baik asalkan ada cerita yang menarik untuk masing-masing saham.
"Kemungkinan ada tren serupa jelang pemilihan presiden tahun 2024, meski beberapa saham berkapitalisasi besar memiliki likuiditas yang lebih sedikit dan pendorong fundamental yang rentan terhadap volatilitas," tulis Algo Research dalam publikasinya, Rabu (15/11).
Riset itu menuliskan jika 90 hari menjelang pemilu pada tahun 2004-2019 memberikan hasil yang positif. Saham-saham berkapitalisasi besar mendapatkan angin segar dari sentimen tahun politik.
Misalnya pada 2004, saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) bergerak positif 11,6% sampai ke harga Rp 8.150. Begitu pula dengan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang melejit Rp 1.450 atau 20,8% pada saat itu. Bahkan PT Astra International Indonesia Tbk (ASII) tercatat naik 20,9% ke harga Rp 6.950 per saham.
Lalu pada 2009, saham Astra International lagi-lagi mendapatkan imbas dari sentimen tahun politik hingga 120% ke harga Rp 23.500 per saham. Diikuti saham Telkom naik 36,3% pada harga Rp 8.550 per saham. Sementara saham bank pelat merah, Bank Mandiri dan BRI yang masing-masing naik 91,6% serta 60,9%.
Melihat tahun politik saat pemilihan capres 2014, saham BRI dan Bank Mandiri tumbuh positif. Lalu ada Astra International dan Unilever Indonesia yang naik masing-masing 13,1% serta 11,7%.
Terakhir yaitu pemilihan capres pada 2019, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mendaptkan keuntungan dari tahun pemilihan presiden di harga Rp 28.125. Serta PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dengan harga Rp 290 per saham.
Algo Research berpendapat bahwa kondisi makroekonomi akan memiliki dampak yang lebih besar terhadap IHSG dibandingkan siklus politik dan terutama dalam hal besarnya imbal hasil. Meskipun demikian, pengaturan perdagangan terlihat mendukung terutama dengan pola musiman dan prospek moneter yang lebih landai alias dovish hingga akhir tahun.
Dari lima pemilu presiden terakhir, IHSG membukukan imbal hasil positif pada 90 hari menjelang pemilu presiden. Namun, hasil positif yang diperoleh, turut diyakini dan disebabkan oleh kondisi makroekonomi. Misalnya, pada tahun 2019 IHSG sedang dalam masa pemulihan dari perang dagang Amerika Serikat - Cina yang terjadi pada tahun 2018.
Tahun 2014 merupakan normalisasi pasca taper tantrum. Di mana the Fed melakukan Quantitative Tightening atau QT pada tahun 2013. Serta hahun 2009 merupakan pemulihan yang signifikan pasca 2008 yakni krisis keuangan hebat. The Fed QT adalah kebijakan yang diimplementasikan oleh the Fed untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di pasar keuangan.
"Lantas, apakah IHSG akan membukukan return positif dalam 90 hari ke depan? Sangat mungkin," sebut Algo Research. IHSG bisa saja positif dalam 90 hari ke depan, namun seberapa besarnya akan bergantung pada makro, yang jauh berbeda dengan sebelumnya.