Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan saham alias suspensi terhadap emiten pertambangan batu bara Grup Sinar Mas, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). Saham ini sebelumnya telah mendapat peringatan Unusual Market Activity (UMA) alias bergerak di luar kewajaran.
Melalui pengumuman yang disampaikan otoritas bursa, suspensi saham ini dilakukan lantaran terjadi kenaikan harga saham DSSA yang signifikan.
“Dalam rangka cooling down sebagai bentuk perlindungan bagi Investor, BEI memandang perlu untuk melakukan penghentian sementara perdagangan saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk," tulis pengumuman BEI, dikutip Senin (22/1).
Penghentian sementara perdagangan tersebut dilakukan di pasar reguler dan pasar tunai mulai sesi pertama perdagangan awal pekan ini. Tujuannya, untuk memberikan waktu yang memadai bagi pelaku pasar untuk mempertimbangkan secara matang berdasarkan informasi yang ada dalam setiap pengambilan keputusan investasinya di saham DSSA.
"Para pihak yang berkepentingan diharapkan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan perusahaan."
Berdasarkan data BEI, selama sepekan ini saham DSSA terpantau terus mengalami kenaikan. Pada perdagangan Rabu pekan ini misalnya, saham DSSA mengalami kenaikan 10,11% ke posisi Rp 122.475 per lembarnya dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 94,37 triliun. Harga saham tersebut telah melonjak 53,09% sejak awal tahun ini.
Kemudian, pada Jumat pekan lalu, saham DSSA ditutup naik 5,97% ke posisi Rp 142.000 per lembar sahamnya. Nilai kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 109,42 triliun. Hal ini menjadikannya sebagai emiten dengan harga saham paling mahal di bursa.
DSSA memulai debut perdananya di bursa pada 10 Desember 2009 silam. Kala itu, perusahaan melepas 100 juta lembar saham ke publik dengan harga penawaran umum perdana saham atau initial public offering/IPO Rp 1.500 per unit. Sehingga, perusahaan meraup dana hasil IPO Rp 150 miliar.
Perusahaan ini, berdasarkan kepemilikan saham yang berlaku efektif pada 31 Desember 2023 dimiliki oleh PT Sinar Mas Tunggal selaku pengendali dengan kepemilikan 59,9%. Selanjutnya, terdapat saham treasuri sebesar 20% dan pemegang saham publik lebih dari 19%
Bila merujuk pada kinerja keuangan sampai dengan September 2023 lalu, perusahaan mengantongi pendapatan Rp 63,55 triliun dengan perolehan laba bersih Rp 5,84 triliun dan laba operasional Rp 16,60 triliun.