Mirae Sekuritas Optimistis Minat Investasi ke Saham Naik di Semester 2

Dokumentasi Perseroan
(kiri ke kanan) Head of Corporate Secretary Mirae Asset Sekuritas Irvin Avriano Arief, CEO Mirae Asset Sekuritas Tae Yong Shim, dan Head of Research Mirae Asset Sekuritas Robertus Hardy dalam Media Day Mirae Asset Sekuritas di Jakarta, Rabu (24/1).
24/1/2024, 17.05 WIB

PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia optimistis minat investasi publik terhadap instrumen investasi di pasar modal khususnya saham akan makin positif pada semester dua 2024 ini. Adapun optimisme tersebut turut meningkatkan jumlah nasabah hingga tumbuh sekitar 10% dari sekitar 330.000 pada akhir tahun 2023 lalu.

CEO Mirae Asset Sekuritas Tae Yong Shim mengatakan bahwa prediksi positif tersebut seiring dengan prediksi pelonggaran kebijakan suku bunga global dan nasional. Selain itu, hal tersebut juga didukung oleh kondisi politik yang diprediksi akan berjalan aman.

“Kami optimistis seiring dengan prediksi positif analis kami dan sebagian besar pelaku pasar, terutama pada semester kedua tahun ini,” kata Shim dalam Media Day Mirae Asset Sekuritas di Jakarta, Rabu (24/1).

Selain itu, iklim investasi tahun ini dipercaya akan membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun pada 2023, kondisi makroekonomi global kurang kondusif, terutama akibat rezim suku bunga tinggi, ketegangan geopolitik, dan polarisasi politik dunia.

Akibat gejolak global tersebut, suku bunga acuan domestik naik hingga 6% untuk mengantisipasi potensi gejolak inflasi dan perubahan nilai tukar dolar AS.

Dampak dari hal tersebut, pasar modal domestik tahun lalu juga terpengaruh dengan keluarnya dana investor asing atau capital outflow mencapai Rp 6 triliun. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa nilai transaksi harian saham, rata-rata nilai transaksi harian turun menjadi sekitar Rp 11 triliun per hari, berbanding dengan Rp 15 triliun per hari pada tahun 2022.

Dalam acara yang sama, Head of Research Mirae Asset Robertus Hardy mengatakan, peningkatan minat investasi publik di pasar saham tahun ini juga didukung optimisme prediksi pasar saham yang akan menguat pada semester dua dengan dukungan dari saham-saham unggulan (blue chips).

“Ada potensi penurunan suku bunga bank sentral di tingkat global, termasuk suku bunga acuan BI. Terutama disebabkan oleh inflasi yang terkendali dan sudah ada kejelasan hasil Pemilu. Kami masih memprediksi nilai wajar IHSG akan berada pada level 8.100,” ucapnya.

Dua faktor lain, lanjut Robert, adalah investor domestik yang diprediksi masih akan jadi penopang IHSG serta total kapitalisasi saham emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yang masih kecil.

Robert mengatakan, total kapitalisasi pasar saham lima emiten terbesar di pasar saham Indonesia sangatlah kecil dibanding pasar saham Asia lain seperti Korea Selatan, Jepang, dan India.

Lima saham blue chips terbesar di Indonesia yaitu BBCA, BREN, BBRI, BYAN, BMRI hanya sekitar US$ 273 miliar, jauh di bawah lima perusahaan terbesar di bursa Korea Selatan, Jepang, dan India yaitu US$ 628 miliar, US$ 672 miliar, dan US$ 691 miliar.

Dengan optimisme pasar saham tersebut, lanjutnya, saham-saham yang dapat menjadi pilihan adalah BBCA, BBRI, ACES, MAPI, TLKM, ISAT, dan ASII.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila