Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tengah mengevaluasi besaran pajak kripto yang dianggap terlalu tinggi.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Tirta Karma Senjaya mengungkapkan, Bappebti mengusulkan nilai pajak dipotong setengah dari nilai pajak kripto yang berlaku saat ini, yaitu sekitar 0,05% hingga 0,055%.
“Sesuai aspirasi para pedagang usulnya dievaluasi, dikurangi setengah dari yang existing dulu supaya kembali berdaya saing dan meningkatkan kembali transaksi kripto di dalam negeri,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (20/3).
Atas hal itu, Tirta mengaku sudah sering bertemu dengan Asosiasi Pedagang Aset Kripto. Namun ketika ditanya kapan tarif pajak yang baru itu bisa berlaku, ia mengatakan hal itu masih perlu dibahas lebih lanjut dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Bappebti saat ini pun masih menunggu tanggapan dari DJP soal usulan tarif pajak kripto. “Tidak ada tanggapan, baru yang disampaikan DJP ke media saja,” katanya.
Sementara DJP hingga Februari 2024 mencatat penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp 539,72 miliar. Penerimaan tersebut berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp 72,44 miliar penerimaan 2024.
“Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 254,53 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 285,19 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti dalam keterangan resminya.
Sementara para pedagang aset kripto menyambut baik kajian ulang besaran pajak kripto di Indonesia yang dapat memberikan keamanan dan kepastian hukum bagi investor dan masyarakat saat berinvestasi aset kripto.
"Dengan adanya rencana pengkajian ulang perpajakan kami berharap akan menjadi alasan kuat investor untuk bertahan dan bertransaksi di exchange lokal yang terdaftar resmi oleh Bappebti," kata Interim Country Manager Luno Indonesia Aditya Wirawan kepada Katadata.co.id, Rabu (20/3).
Melalui Asosiasi Pedagang Aset Kripto dan Blockchain Indonesia (Aspakrindo - ABI), Luno Indonesia aktif menjalin komunikasi dan berdiskusi dengan regulator terkait besaran tarif pajak yang ideal.
Apalagi di banyak negara, seperti Malaysia dan sejumlah negara di Eropa, tidak memungut PPN atas transaksi aset kripto. Dengan adanya kajian ulang mengenai besaran pajak kripto di Indonesia, akan membantu dan menjaga daya saing investasi exchange resmi terdaftar di Bappebti dan mencegah investor Tanah Air beralih ke exchange yang tidak resmi terdaftar di Bappebti.
"Perlu dipahami bahwa industri aset kripto ini relatif baru, namun terus berkembang pesat. Kami melihat, tren investasi aset kripto di Indonesia sangat positif dan disambut baik oleh masyarakat di Indonesia," ujar Aditya.
Meskipun demikian, tidak dipungkiri bahwa aset kripto merupakan sebuah aset yang mendunia, yang bisa diakses secara global. Maka dari itu perlu penting peran regulator dalam mendukung industri aset kripto dalam negeri sehingga tercipta industri nasional yang memiliki daya saing kuat.
"Kami optimis aset kripto akan bisa terus berkembang menjadi investasi masa depan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, semua pemain industri dan regulator di Indonesia, termasuk Luno, terus berupaya menciptakan industri dan ekosistem kripto yang sehat dan teregulasi di Indonesia," katanya.