KAEF Tegaskan Tak Ada Dampak Spillover dari Restrukturisasi Indofarma

kimiafarma.co.id
PT Kimia Farma Tbk (KAEF)
Penulis: Syahrizal Sidik
2/6/2024, 14.05 WIB

PT Kimia Farma Tbk (KAEF) memastikan tidak terdapat dampak limpahan alias spillover effect dari restrukturisasi yang tengah dijalankan BUMN farmasi, PT Indofarma Tbk (INAF). 

Menurut Direktur Utama KAEF, David Utama, saat ini restrukturisasi yang dijalankan Indofarma sepenuhnya dilakukan oleh induk BUMN Farmasi, PT Bio Farma meskipun perusahaan merupakan bagian dari Bio Farma Group.  

“Kami tegaskan tidak ada dampak spillover. Kimia Farma dan Indofarma menjalankan bisnis yang berbeda,” ungkapnya kepada wartawan, belum lama ini. 

Kementerian BUMN sebelumnya menyebut proses restrukturisasi INAF dipimpin oleh Bio Farma untuk menyelesaikan kasus Indofarma sebelum Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU), termasuk membayarkan gaji maupun hak karyawan yang masih tertunggak. 

“Nanti harapannya, dengan dukungan Biofarma kita bisa menyelesaikan sebelum PKPU nanti untuk semua kewajiban ke karyawan,” kata Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, di Hotel Mulia Jakarta, Selasa (21/5) lalu. 

Kimia Farma memastikan fokus melakukan pembenahan internal secara berkelanjutan melalui operational excellence dan reorientasi bisnis. Bahkan, di tahun ini perusahaan menargetkan kinerja bottom line bisa berbalik positif. 

Sepanjang tahun 2023, emiten BUMN farmasi ini membukukan pertumbuhan pendapatan 7,93% menjadi Rp 9,96 triliun dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar Rp9,23 triliun. 

“Kimia Farma berhasil menjaga pertumbuhan penjualan di tahun 2023. Hal ini menunjukkan Kimia Farma memiliki fundamental bisnis yang kuat dan memiliki potensi untuk terus tumbuh secara berkelanjutan ke depannya,” kata David menambahkan. 

Namun, dari sisi kinerja bottom line, emiten bersandi KAEF ini masih tertekan. Kimia Farma membukukan kerugian bersih Rp 1,82 triliun, lebih dalam dari tahun 2022 yang sebesar Rp 126,02 miliar. 

Terdapat beberapa kondisi yang turut memberikan pengaruh pada penurunan laba KAEF, yaitu inefisiensi operasional dan tingginya nilai Harga Pokok Penjualan (HPP). Tercatat, pada 2023 HPP Kimia Farma 25,83% masih lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan penjualan yang hanya sebesar 7,93%. 

Kenaikan HPP berasal dari belum optimalnya portofolio produk sesuai dengan perencanaan awal, dinamika harga bahan baku, dan tren obat untuk kebutuhan terapi yang berbeda dengan sebelumnya sehingga penjualan menjadi kurang tercapai. 

Ilustrasi, produk PT Kimia Farma Tbk. (Dok. Kimia Farma)

Selain itu, salah satu penyebab inefisiensi operasional karena kapasitas 10 pabrik yang dimiliki tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan bisnis perseroan. Perusahaan merencanakan akan melakukan optimalisasi fasilitas produksi melalui penataan 10 pabrik menjadi 5 pabrik. Dari sisi beban usaha, tahun 2023 meningkat hingga 35,53% (YoY) menjadi Rp4,66 triliun dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar Rp3,44 triliun. 

Kenaikan beban usaha terjadi secara dominan pada anak usaha yaitu PT Kimia Farma Apotek (KFA), di mana kondisi ini tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Beban keuangan tahun 2023 naik 18,49% (YoY) menjadi Rp622,82 miliar seiring dengan kebutuhan modal kerja perusahaan dan adanya kenaikan suku bunga. 

Fokus Bersih-bersih

KAEF juga berkomitmen untuk mendukung dan menjalankan program pembenahan 'bersih-bersih' yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN. Sepanjang tahun 2023, upaya bersih-bersih dan pembenahan operasional dilakukan KAEF, termasuk dalam penyajian Laporan Keuangan Tahunan tahun 2023, 

Manajemen KAEF menemukan dugaan pelanggaran integritas penyediaan data laporan keuangan yang terjadi di anak usaha yaitu KFA pada periode tahun 2021-2022. Saat ini, manajemen KAEF tengah menelusuri lebih lanjut atas dugaan tersebut melalui audit investigasi yang dilakukan oleh pihak independen. 

Selain itu, untuk mendukung peningkatan kinerja, Kimia Farma Group melaksanakan reorientasi bisnis pada seluruh anak usahanya meliputi penataan fasilitas produksi, penataan portofolio produk (segmen etikal, OGB & OTC), optimalisasi channel penjualan, cost leadership (strategi kepemimpinan biaya), dan transformasi Sumber Daya Manusia (SDM).