UOB Indonesia memproyeksikan perubahan signifikan dalam sektor perbankan asing di Indonesia setelah konsolidasi besar antara PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) dan PT Bank Commonwealth (PTBC). Selain itu, UOB Indonesia juga telah mengakuisisi bisnis perbankan konsumer Citigroup di Indonesia, termasuk integrasi penuh aset dan liabilitas Citibank Indonesia.
Head of Cards and Payment UOB Indonesia Herman Soesetyo mengungkapkan bahwa jumlah nasabah akan meningkat secara signifikan. Ia menyebutkan bahwa kenaikan ini hampir mencapai tiga hingga empat kali lipat dibandingkan sebelumnya, berkat aksi korporasi tersebut. Menurutnya, proses ini adalah hal yang wajar, baik dalam hal pertumbuhan organik maupun anorganik.
Kemudian Herman juga menambahkan, persaingan dengan bank-bank lokal adalah hal yang normal dan setiap bank memiliki keunggulannya masing-masing. Ia menyadari bahwa ada beberapa kompetitor yang memang sudah sangat besar di industri perbankan.
“Jadi kita memang melihat ada liga-liganya masing-masing. Jadi nggak semuanya itu bersaing semuanya melebur di tempat yang sama,” kata Herman kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/9).
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa saat ini belum ada rencana aksi korporasi baru, mengingat perusahaan baru saja menyelesaikan aksi korporasi pada tahun lalu dan saat ini masih dalam tahap stabilisasi. Menurutnya, kondisi UOB Indonesia saat ini sudah cukup baik dan fokus ke depan perusahaan saat ini adalah pertumbuhan.
Salah satu strategi pertumbuhan UOB adalah dengan meluncurkan platform penjualan kartu kredit. Herman juga menyebut bahwa dampak bisnis dari langkah ini cukup positif. Ia menjelaskan setelah aksi korporasi, ekspektasi UOB Indonesia adalah tumbuh secara agresif dan hingga saat ini pertumbuhannya selaras dengan pasar.
Namun, ketika ditanya mengenai persentase pertumbuhannya, Herman tidak menyebutkan angka spesifik. Namun ia meyakini pertumbuhan UOB sejalan dengan pertumbuhan pasar.
“Persentasinya ya mungkin saya nggak bisa sebutkan, tapi saya berani memastikan bahwa memang selaras dengan grow-nya di market,” katanya.
Ramai-ramai Bank Asing Tinggalkan Indonesia, Apa Alasannya?
Sejumlah bank asing mulai meninggalkan Indonesia. Di antaranya Citibank, N.A., yang menutup bisnis consumer banking di Indonesia pada 18 November 2023. Kemudian, Commonwealth yang menjual seluruh sahamnya di PT Bank Commonwealth Indonesia kepada PT OCBC NISP Tbk (OCBC). Apa alasan bank-bank asing tersebut meninggalkan Indonesia?
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa penutupan Citibank dan Bank Commonwealth di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Di negara-negara asalnya, kinerja bank-bank asing tersebut tidak sebaik bank-bank lokal di Indonesia, khususnya bank.
Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV, yang memiliki likuiditas sangat memadai. Bank-bank yang masuk ke dalam KBMI IV, misalnya PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Selain itu, Nafan menyebut bank-bank asing sering kali menghadapi tantangan likuiditas yang terbatas, terutama dari bank-bank sentral di negara asalnya. Keterbatasan ini membuat mereka kesulitan dalam ekspansi bisnis dan penyaluran kredit di Indonesia. Akibatnya, bank seperti Commonwealth dan Citibank tidak dapat beroperasi secara optimal di pasar Indonesia.
“Lalu ada beberapa kasus di mana bank-bank non-KBMI IV itu kalau secara non-performing loan (NPL) relatif tinggi,” kata Nafan kepada Katadata.co.id, Jumat (26/7).
Nafan menyatakan keterbatasan likuiditas dan non-performing loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah pada bank asing yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan bank KBMI IV menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Di Indonesia, para investor cenderung mencari bank yang lebih likuid dan memiliki kinerja fundamental yang solid.
Analis Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer menyatakan bahwa keputusan Citibank dan Bank Commonwealth untuk menutup sebagian besar operasional mereka di Indonesia merupakan bagian dari tren global. Bank-bank besar sedang melakukan penyesuaian strategi bisnisnya. Meskipun pasar Indonesia memiliki potensi besar, persaingan di sektor perbankan ritel sangat ketat.
“Margin keuntungan yang tipis dan biaya operasional yang tinggi membuat beberapa bank asing memilih untuk mundur,” ujar Miftahul kepada Katadata.co.id, Kamis (25/7).