Bursa Efek Indonesia (BEI) optimis pengguna jasa pasar karbon bisa tumbuh signifikan hingga mencapai 100 pengguna pada akhir 2024. Saat ini, per Oktober 2024, jumlah pengguna yang terdaftar di pasar karbon sudah mencapai 81, mencerminkan peningkatan yang positif sepanjang tahun.
Direktur Utama BEI Iman Rachman mengungkap sejak diluncurkannya Indonesia Carbon Exchange (IDXCarbon), pasar ini mendapatkan respons yang sangat baik dari para pelaku pasar. IDXCarbon telah menunjukkan perkembangan signifikan, baik dari segi transaksi maupun minat pasar.
Sejauh ini, tercatat sebanyak 1,7 juta unit karbon setara CO2 (CO2e) terdaftar di bursa karbon Indonesia. Dari jumlah tersebut, 613.894 ton CO2e telah berhasil diperdagangkan dengan nilai transaksi lebih dari Rp37 miliar, menandakan antusiasme tinggi terhadap perdagangan karbon di Indonesia.
“Sejak 26 September 2023, pengguna jasa karbon naik, dari awal terdaftar sebanyak 16 pengguna jasa, saat ini sudah ada 81,” kata Iman kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (3/10).
Selama tahun pertama beroperasi sejak 26 September 2023, IDXCarbon mencatatkan peningkatan jumlah Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) yang diperdagangkan, dari 459.953 ton CO2e menjadi 613.894 ton CO2e. Nilai transaksi juga naik dari Rp 29,21 miliar menjadi Rp 37,06 miliar. Dari total volume tersebut, 420.029 ton CO2e telah digunakan.
Hal ini mencerminkan meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang perdagangan karbon serta perannya dalam melawan perubahan iklim. Saat ini, terdapat tiga proyek SPE-GRK yang telah dicatatkan di IDXCarbon, yaitu proyek Pertamina Geothermal Lahendong, PLTGU Muara Karang milik PLN, dan PLTM Gunung Wugul milik grup PLN.
Dengan proyek-proyek tersebut, jumlah unit karbon yang dicatatkan tumbuh dari 842.950 ton CO2e pada 26 September 2023 menjadi 1.777.141 ton CO2e pada 26 September 2024, dengan 1.357.112 ton CO2e unit karbon yang masih tersedia setelah retirement.
Sebelumnya, aktivitas perdagangan Bursa Karbon masih terpantau sepi setelah hampir setahun diluncurkan pada 26 September 2023. Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa hal itu dipengaruhi pemerintah yang belum menentukan besaran pajak karbon atau carbon tax.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Irvan Susandy, mengatakan salah satu faktor keberhasilan bursa karbon di beberapa negara adalah adanya pajak karbon. Menurut dia, aktivitas pajak bursa karbon akan naik apabila pajak karbon ditetapkan dan nilainya lebih tinggi daripada harga jual beli karbon di pasar.
“Jadi salah satu yang kami harapkan adalah adanya karbon tax agar bursa karbonnya ramai,” kata Irvan kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (19/9).
Di samping itu, Irfan mengatakan, masih diperlukan banyak sosialisasi dan edukasi mengenai emisi karbon. Bursa Efek Indonesia juga perlu melakukan koordinasi dengan kementerian terkait emisi karbon. Dengan adanya bursa karbon, diharapkan menjadi salah satu infrastruktur yang dapat menunjang proses pengurangan emisi karbon di Indonesia.