Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, mengatakan bahwa pihaknya sedang berusaha untuk mempercepat proses voluntary delisting atau penghapusan emiten dari bursa saham.
BEI kini aktif berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk melakukan buyback saham, yang merupakan langkah membeli kembali saham emiten yang bermasalah. Selain itu, BEI juga tengah mencari pihak yang dapat diminta untuk melakukan buyback saham tersebut.
“Karena ujungnya kita sangat mengharapkan bahwa pelaksanaan voluntary delisting itu berhasil," kata Nyoman kepada wartawan di Gedung Bursa Indonesia, Jakarta, Selasa (8/10).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya mengumumkan delapan emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah dinyatakan pailit atau bangkrut. BEI juga menjatuhkan sanksi dan denda hingga Rp 50 juta kepada enam emiten karena lalai dalam menyampaikan laporan keuangan.
Emiten tersebut di antaranya PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Tbk (SAIP), dan PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS). Kemudian diikuti oleh PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Texmaco Perkasa Engineering Tbk (TPEN), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), dan PT Nipress Tbk (NIPS).
“Emiten atau perusahaan publik yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan dan pengumuman, berlaku sejak 3 September 2024,” tulis Novira Indrianingrum, Kepala Departemen Pengawasan Emiten dan Perusahaan Publik OJK, dikutip Rabu (11/9).
Novira menjelaskan bahwa delapan perusahaan terbuka tersebut dikecualikan dari kewajiban melaporkan dan mengumumkan informasi sebab sudah dinyatakan bangkrut oleh pengadilan. Tak hanya itu, keputusan tersebut sudah bersifat final.
Pengecualian dari kewajiban melapor dan mengumumkan informasi ini sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.04/2015. Dengan demikian, pengecualian ini akan tetap berlaku hingga Otoritas Jasa Keuangan memutuskan untuk mencabut status pengecualian bagi perusahaan-perusahaan tersebut.