Mirae Asset Sekuritas Indonesia memberikan tanggapan terkait kabar yang berkembang mengenai rencana akuisisi PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) oleh Temu, sebuah platform e-commerce asal Cina. Kabar ini mencuat meski Temu sebelumnya telah tiga kali mencoba mengajukan izin operasional di Indonesia, namun permohonan tersebut selalu ditolak oleh pihak berwenang.
Analis Mirae Asset Sekuritas Christopher Rusli menilai bahwa Bukalapak berpotensi menjadi kandidat akuisisi yang menarik bagi Temu. Ia menjelaskan bahwa model bisnis Bukalapak dinilai sangat cocok dengan visi dan operasi Temu.
Menurutnya, melalui akuisisi Bukalapak, Temu dapat mengakses pasar Indonesia secara legal, mengingat Bukalapak sudah memiliki infrastruktur yang mapan dan jaringan distribusi yang luas. Akuisisi ini memungkinkan Temu untuk memanfaatkan platform Bukalapak sebagai saluran distribusi produk Temu di pasar Indonesia yang sangat potensial.
Mengapa Bukalapak menjadi kandidat yang dipilih?
Mirae Asset Sekuritas Indonesia juga menyebut Bukalapak sebagai calon yang ideal untuk diakuisisi oleh Temu karena beberapa alasan strategis. Christopher Rusli menjelaskan bahwa salah satu faktor utama adalah kehadiran Bukalapak yang kuat di daerah Tier 2, sebuah segmen pasar yang berfokus pada konsep online-to-offline (O2O).
Ini sangat sesuai dengan produk Temu dan daya beli yang ingin dijangkau oleh platform e-commerce asal Cina tersebut. Kehadiran Bukalapak di daerah-daerah ini membuka peluang Temu untuk menjangkau konsumen di luar kota besar, yang menjadi pasar potensial namun sering kali terabaikan oleh pemain e-commerce besar.
Selain itu, Bukalapak dinilai lebih menarik sebagai target akuisisi dibandingkan dengan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI). Pasalnya, BELI hanya menawarkan lisensi tanpa memberikan keuntungan strategis yang signifikan, sedangkan Bukalapak sudah memiliki jaringan dan infrastruktur yang siap untuk dimanfaatkan secara maksimal.
Terakhir, akuisisi ini dianggap sebagai kesempatan bagi Bukalapak untuk kembali mendapatkan perhatian pasar setelah beberapa tahun terakhir mengalami penurunan daya saing dibandingkan dengan kompetitornya seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada.
“Faktor-faktor ini membuat BUKA menjadi pilihan strategis untuk masuknya Temu ke Indonesia,” tulis Chris dalam risetnya Selasa (8/10).
Mirae Asset Sekuritas optimistis bahwa kenaikan harga saham Bukalapak (BUKA) belakangan ini didorong oleh sentimen positif terhadap potensi pemain baru yang akan memasuki pasar Indonesia. Selain sentimen ini, Chris menyebut valuasi saham BUKA juga dianggap masuk akal.
Seiring dengan hal itu, pada Senin (7/10) saham BUKA melesat 25,22% ke level Rp 144 per lembar saham. Tak hanya itu, pada Selasa (8/10) kemarin, sahamnya juga menguat 2,08% ke Rp 147 dengan volume yang diperdagangkan 1,48 miliar. Chris menyebut nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan posisi kas dan setara kas BUKA yang mencapai Rp 18,6 triliun atau sekitar Rp 180 per saham pada semester pertama 2024.
“Kami percaya bahwa jika BUKA secara keseluruhan dijual ke Temu, BUKA akan menginginkan setidaknya lebih tinggi dari total kas dan setara kas mereka,” ucapnya.
Temu hanya akan tertarik pada BUKA Marketplace
Berdasarkan analisis sebelumnya, Mirae Asset memperkirakan kecil kemungkinan Bukalapak (BUKA) akan menjual seluruh ekosistemnya ke Temu, seperti yang dilakukan Tokopedia dengan TikTok Shop. Temu kemungkinan hanya tertarik pada segmen marketplace BUKA, karena aset lain seperti Allobank, AlloFresh, O2O, dan produk vertikal seperti Itemku tidak sesuai dengan kebutuhannya.
Dari perspektif Bukalapak, menjual segmen marketplace namun tetap menerima pendapatan dari fee e-commerce, seperti yang dilakukan Tokopedia, dapat memberikan keuntungan lebih. Oleh karena itu, Mirae Asset menilai akuisisi ini seharusnya hanya mempertimbangkan segmen marketplace saja.
Nilai Wajar Marketplace
Mirae Asset Sekuritas menilai aksi tersebut menggunakan model arus kas terdiskon (DCF) selama 10 tahun untuk menilai bisnis marketplace dan O2O (online to online) Bukalapak. Model ini menghasilkan valuasi perusahaan sebesar Rp 1,68 triliun dengan nilai ekuitas sebesar Rp 14,4 triliun.
Dalam perhitungan tersebut, beberapa komponen seperti kas dan utang didiskontokan karena adanya ketidakpastian terkait penggunaan kas sejak laporan keuangan kuartal kedua 2024. Perlu dicatat bahwa target harga DCF mencakup marketplace, O2O, dan vertikal khusus seperti Itemku.
Valuasi ini mengimplikasikan rasio EV/Pendapatan sebesar 0,34x untuk proyeksi tahun 2024, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata perusahaan serupa secara global, yaitu 0,92x. Bahkan setelah menerapkan diskon 35% untuk pasar negara berkembang dari rata-rata EV/Pendapatan 2024 sebesar 1,42x.
Mirae Asset juga menilai bahwa potensi akuisisi ini masih sebatas spekulasi dan rumor, sehingga penting untuk menunggu kepastian realisasinya guna menilai valuasi dan kualitas kesepakatan secara lebih akurat. Namun, jika akuisisi ini berhasil, bisa menjadi dorongan baru bagi Bukalapak (BUKA) dan membantu mereka untuk tetap kompetitif di sektor teknologi Indonesia.
Mirae menilai hal ini penting setelah pengunduran diri mantan Presiden Teddy Oetomo dan hasil keuangan kuartal kedua 2024 yang mengecewakan. Hal itu juga membuat perusahaan menangguhkan panduan keuangan untuk 2024.
“Jika direalisasikan, kesepakatan ini dapat memberikan sentimen positif dan stabilitas yang sangat dibutuhkan untuk BUKA di masa mendatang,” pungkasnya.