Para investor menjual yen dan berlindung ke aset-aset di Asia dalam bentuk uang tunai, saham-saham di India, saham-saham di Cina, dan dolar Singapura menjelang pemilihan umum Amerika Serikat (AS). Pasar keuangan Asia menjadi tujuan para investor asing karena kawasan ini adalah pusat kekuatan ekspor dan saham.
Mata uang Asia juga sensitif terhadap perubahan kebijakan perdagangan AS. Hal ini membuat para manajer keuangan menghindar dari taruhan langsung pada hasil pemilu dan mencari cara untuk mengurangi eksposur terhadap kerentanan dari produsen Jepang ke saham Hong Kong. Mereka bertaruh di saham-saham di bursa India atau Cina yang dapat menghasilkan keuntungan terlepas dari siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin AS.
“Kami benar-benar melihat Cina sebagai tempat yang layak untuk bersembunyi,” kata Jon Withaar yang mengelola hedge fund situasi khusus Asia di Pictet Asset Management, seperti dikutip Reuters, Rabu (30/10). Bursa Cina dinilai memiliki banyak penggerak domestik dan korelasi yang lebih rendah dengan pergerakan aset global.
“Hal terbaik yang dapat kami lakukan adalah duduk di pinggir lapangan dan menunggu,” kata Withaar. Ia mengurangi eksposur pada saham-saham di bursa Jepang di mana hambatan tarif menimbulkan risiko bagi produsen mobil. Ia juga mengurangi investasi pada saham di bursa Hong Kong.
Menjelang pemilihan presiden AS pada 5 November, bursa taruhan menunjukkan calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, unggul dibandingkan dengan pesaingnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris. Investor di pasar keuangan telah bergerak untuk menjual obligasi AS dan membeli dolar untuk mengantisipasi pemerintahan Trump yang akan meningkatkan inflasi.
Di Asia, investor melepas yen yang memiliki imbal hasil rendah. Kepala investasi Vantage Point Asset Management, Nick Ferres, tidak secara langsung bertaruh pada hasil pemilihan umum AS. Namun, ia mempertahankan posisi short (jual) yen dan memiliki saham-saham Jepang.
Nilai tukar yen terhadap dolar AS sudah melemah 6,5% sejak awal tahun ini hingga Oktober. Ini adalah penurunan terbesar di antara mata uang negara-negara G10 terhadap dolar AS.
"Menurut kami, Donald Trump akan menang dan mungkin Partai Republik akan menyapu bersih (kemenangan dalam pemilu AS),” katanya.
Trump dinilai sebagai kandidat yang lebih pro-pertumbuhan ekonomi. "Konsekuensinya adalah kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi dan lebih banyak lagi penurunan suku bunga The Fed yang mungkin sudah diperhitungkan,” tuturnya.
Investor akan Mencari Sektor yang Defensif
Para investor mengatakan mereka juga mencari pasar-pasar yang paling tidak terpapar risiko tarif atau di mana faktor penarik besar lainnya, mulai dari demografi hingga rencana stimulus yang dijanjikan oleh Tiongkok, terlihat berhembus.
"Dolar Singapura akan berdiri tegak terhadap mata uang regional, karena negara kota ini memandu mata uangnya," kata Ray Sharma-Ong, kepala solusi investasi multi aset untuk Asia Tenggara di abrdn.
Sharma-Ong juga memprediksi saham-saham India mungkin terisolasi dari gejolak geopolitik. “India diuntungkan oleh pertumbuhan ekonomi domestik yang kuat, eksposur yang rendah terhadap potensi konflik perdagangan karena eksposur rasio ekspor terhadap PDB yang rendah dan kecondongan ke arah ekspor jasa, didukung oleh pendapatan yang kuat yang tidak bergantung pada teknologi,” katanya.
Ia menyebut investor di pasar saham akan memilih sektor-sektor defensif dengan eksposur yang lebih rendah terhadap ekspor dan potensi tarif, seperti bahan makanan dan utilitas.
Jajak pendapat menunjukkan masih terlalu dini untuk mempercayai salah satu kandidat akan unggul dalam Pemilu AS. Penghitungan suara mungkin berlarut-larut atau diperdebatkan, berarti implikasi kebijakan pemerintah baru mungkin tidak segera terlihat jelas.
“Sejujurnya saya tidak tahu apa yang bisa dicapai Trump,” kata John Hempton, pendiri dan kepala investasi hedge fund Bronte Capital di Sydney. Karena itu, ia hanya mencoba untuk meminimalisasi dampak jika Trump terpilih.
Namun, Goldman Sachs mencatat bahwa reksa dana pasar negara berkembang telah meningkatkan eksposur ke Cina dan Asia Utara selama sebulan terakhir. Aliran dana ini akan meningkat dengan cepat setelah pemilu AS berlalu dan ketidakpastian yang membayangi para investor berkurang.
“Kami melihat ekuitas pasar negara berkembang berada dalam posisi yang baik untuk mengungguli tahun depan, apa pun hasilnya,” kata Gary Tan, manajer portofolio, Allspring Global Investments. Hal ini dipengaruhi kebijakan Cina yang memperkuat ekonominya dan AS yang memangkas suku bunga.
“Kami melihat kemenangan Harris akan sedikit lebih positif untuk pasar negara berkembang.”