OJK Sambut Baik Rencana Kementerian Lingkungan Hidup Evaluasi Bursa Karbon
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons positif rencana Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengevaluasi bursa karbon. Evaluasi ini dianggap penting demi mendukung target pengurangan emisi menuju target nol emisi bersih (net zero emission) dan mempromosikan ekonomi berkelanjutan.
Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, mengatakan evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh terhadap ekosistem bursa karbon.
Ia menilai evaluasi ini tidak hanya akan fokus pada bursa karbon Indonesia, melainkan juga akan mencakup instrumen lain seperti pajak karbon dan ketentuan batas atas emisi. Meskipun bursa karbon masih tergolong baru dan volume transaksinya belum besar, terdapat banyak potensi untuk perbaikan dan pengembangan bursa karbon di masa depan.
“Diskusi dengan berbagai pihak akan dilakukan untuk menciptakan skema perdagangan karbon yang lebih baik," kata Inarno kepada wartawan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (31/10).
IDX Carbon mencatat kenaikan jumlah Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) sebesar 33,47% dari 459.953 ton CO2e pada tahun pertama operasinya menjadi 613.894 ton CO2e pada tahun ini. Selain itu, nilai transaksi juga tumbuh 26,87% dari Rp 29,21 miliar menjadi Rp 37,06 miliar. Adapun volume transaksi bursa karbon mencapai 420.029 ton CO2e yang telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengurangan emisi.
Menteri LH Kebut Implementasi Batas Atas Emisi Pelaku Usaha
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan akan mempercepat terselenggaranya nilai ekonomi karbon di Indonesia. Salah satu upaya untuk mendorong hal tersebut adalah dengan menerapkan batas atas emisi yang dikeluarkan pelaku usaha.
"Kami akan tetapkan segera. Kita tidak mau terlalu berleha-leha," ujar Hanif usai Serah Terima Jabatan Menteri Lingkungan Hidup, di Jakarta, Selasa (22/10).
Jika ketentuan tersebut diterapkan, setiap pelaku hanya diperkenankan mengeluarkan jejak emisi karbon di bawah ketentuan tersebut. Pelaku usaha bisa membeli sertifikat karbon di Bursa Karbon Indonesia untuk mengimbangi atau mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) yang dikeluarkan oleh kegiatan usahanya.
Hanif mengatakan, saat ini perdagangan di Bursa Karbon Indonesia cenderung berjalan di tempat atau stagnan. Nilai perdagangan di Bursa Karbon Indonesia pun masih sangat kecil. Padahal, potensi ekonomi karbon sebenarnya sangat besar. Pemerintah akan mengambil langkah-langkah strategis untuk mengimplementasikan nilai ekonomi karbon.
Karena itu, Hanif akan melakukan evaluasi lebih rinci mengenai perdagangan karbon di Indonesia. Beberapa kebijakan yang akan didorong pemerintah adalah carbon offset atau program yang memungkinkan perorangan dan perusahaan untuk berpartisipasi dalam investasi proyek lingkungan global.
Selain itu, pemerintah juga mendorong nilai perdagangan karbon. Menurut Hanif, kepastian upaya pelestarian lingkungan hidup menjadi prioritas utama pemerintahan Presiden Republik Indonesia ke-8 Prabowo Subianto. Pasalnya, pelestarian lingkungan hidup menjamin daya dukung daya alam yang sehat untuk generasi mendatang.
Pemerintah menargetkan pencapaian target pembangunan berkelanjutan, percepatan pencapaian target NZE dan menurunkan jejak karbon. Pemerintah juga akan memanfaatkan teknologi bioplastik dalam kehidupan sehari-hari