PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan laba bersih selama 11 bulan 2024 atau hingga November 2024 mencapai Rp 50,5 triliun. Angka tersebut naik 14% secara tahunan atau year on year (yoy). Adapun pada November 2024, laba bersih BBCA sebesar Rp 4,2 triliun. Angka tersebut naik 8% dibandingkan tahun lalu, namun turun 28% dibandingkan bulan sebelumnya.
Investment Analyst Lead di Stockbit Sekuritas, Rahmanto Tyas Raharja, mengatakan bahwa kinerja BCA pada November 2024 menunjukkan hasil positif. Kenaikan laba di bulan tersebut turut mengerek kinerja selama 11 bulan pertama tahun 2024 melampaui estimasi konsensus, dengan pertumbuhan konsolidasi diperkirakan mencapai 13% yoy.
Rahmanto mengatakan kinerja positif ini didorong oleh tiga faktor. Di antaranya pertumbuhan pendapatan dan kinerja operasional yang solid dan pertumbuhan kredit yang tetap kuat.
“Terakhir didorong oleh kinerja pengendalian biaya kredit (CoC) yang terjaga,” tulis Rahmanto dalam risetnya, dikutip Selasa (17/12).
Pertumbuhan Topline dan Kinerja Operasional yang Solid
Lebih lanjut BBCA mencatatkan Net Interest Income (NII) sebesar Rp 6,5 triliun pada November 2024. Angka tersebut naik 11% dibandingkan tahun lalu, meskipun turun 2,5% dibandingkan bulan sebelumnya.
Total NII untuk periode 11 bulan pertama tahun 2024 mencapai Rp 70 triliun, meningkat 9% dibandingkan tahun sebelumnya. Rahmanto menjelaskan bahwa pertumbuhan NII ini seiring dengan terjaganya Net Interest Margin (NIM) di level 5,74%, yang naik 37 basis poin dibandingkan tahun lalu, meskipun turun 19 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya.
NIM BCA hingga November 2024 tercatat 5,73%, meningkat 22 basis poin YoY dan sesuai dengan target manajemen untuk tahun 2024 diperkirakan berada di kisaran 5,7–5,8%. Kenaikan NIM ini didorong oleh perubahan komposisi aset, di mana BBCA mengalihkan penempatannya dari Bank Indonesia ke obligasi pemerintah dan kredit yang memberikan yield lebih tinggi.
“Selain itu, CASA ratio perseroan juga mencapai level tertingginya sejak 2022, yang membuat cost of fund perseroan terjaga,” ucapnya.
Kemudian Non-Interest Income (Non-II) BBCA tercatat sebesar Rp1,9 triliun pada November 2024, naik 91% dibandingkan tahun lalu, meskipun turun 27% dibandingkan bulan sebelumnya. Selama 11 bulan pertama 2024, Non-II sempat naik7,5% YoY.
Stockbit Sekuritas menilai, kenaikan Non-II ini mendorong PPOP (Pre-Provision Operating Profit) BBCA mencapai Rp 5,8 triliun pada November 2024, yang tumbuh 23% dibandingkan tahun lalu, meskipun turun 13% dibandingkan bulan sebelumnya. PPOP selama 11M24 tumbuh 14% YoY.
Pertumbuhan Kredit Masih Kuat
Kemudian BBCA mencatatkan pertumbuhan kredit 15,5% YoY hingga November 2024, meningkat dibandingkan dengan kinerja hingga Oktober 2024 yang tercatat 14,2% YoY, melampaui target manajemen yang diperkirakan berada di kisaran 10–12%.
Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang hanya 3,5% yoy, yang membuat rasio Loan-to-Deposit (LDR) naik menjadi 79%. Meskipun demikian, LDR BBCA masih lebih rendah dibandingkan dengan bank-bank besar lainnya, seperti Bank Mandiri (95%), Bank Rakyat Indonesia (90%), dan Bank Negara Indonesia (96%) per sepuluh bulan pertama 2024..
BBCA juga mencatatkan beban provisi sebesar Rp 236 miliar pada November 2024, setelah adanya pembalikan beban provisi pada Oktober 2024 dan November 2023. Cost of Credit (CoC) pada November 2024 tercatat 0,33%, sehingga CoC selama 11M24 terjaga di level 0,23%, lebih rendah 8 basis poin dibandingkan tahun lalu, dan lebih baik dari target manajemen untuk FY24 yang diperkirakan berada di kisaran 0,3–0,4%.