Profil Sri Prakash Lohia, Konglomerat Pemilik Indorama (INDR) Buat Pabrik di AS
Nama Sri Prakash Lohia kembali menjadi sorotan lewat aksi korporasi yang akan dilakukan oleh perusahaan miliknya PT Indorama Synthetics Tbk (INDR). Dalam pengumuman terbaru, Menteri Koordinator Ekonomi Airlangga Hartarto mengatakan Indorama akan menanamkan investasi di Amerika Serikat (AS) senilai US$ 2 miliar atau setara Rp 34 triliun.
Aksi korporasi ini dilakukan untuk menekan tarif impor yang dikenakan Presiden Donald Trump yang dikenakan untuk Indonesia sebesar 32%. Menurut Airlangga, perusahaan milik keluarga Lohia tersebut akan membangun proyek blue ammonia atau amonia biru di Lousiana, AS.
Proyek amonia biru adalah proyek produksi amonia yang menggunakan teknologi penangkapan karbon untuk meminimalkan emisi gas rumah kaca. Proyek ini menurut Airlangga akan menghasilkan amonia dengan cara yang lebih ramah lingkungan.
Di Indonesia, Sri Prakash Lohia bukanlah sosok yang asing. Merujuk data Forbes Billionaire, pada Rabu (14/5) Lohia merupakan orang terkaya nomor lima di Indonesia dengan kekayaan bersih senilai US$ 8,4 triliun atau setara dengan Rp 139 triliun.
Dalam skala dunia, Lohia berada di urutan ke 373. Miliarder Indonesia ini memperoleh sebagian besar kekayaannya dari produksi pupuk dan polimer perusahaan Indorama Synthetics. Kini ia mengembangkan bisnis bersama anaknya Amit Lohia yang menjabat sebagai Wakil Ketua.
“Kemitraan yang kuat dan saling percaya dengan pelanggan, masyarakat dan dengan karyawan adalah landasan yang kami gunakan untuk membangun perusahaan kami,” kata Wakil Ketua Indorama Corporation Amit Lohia dalam keterangan resmi dikutip Rabu (14/5).
Seperti apa sepak terjang Sri Prakash Lohia di dunia bisnis Tanah Air?
Profil Sri Prakash Lohia
Mengutip data dari laman resmi Indorama, Lohia lahir di India pada 1952 dan menjadi sarjana perdagangan dari Universitas Delhi pada 1971. Dua tahun berselang, ia dan ayahnya, Mohan Lal Lohia ke Indonesia dan mendirikan Indorama Corporation sebagai perusahaan pembuat benang pintal tunggal pertama di Indonesia sekitar tahun 1976.
Kiprahnya di dunia industri telah malang melintang selama 51 tahun. Ia menjabat sebagai Direktur sejak berusia 23 tahun kemudian menjadi Wakil Presiden Direktur pada tahun 1990 dan menjadi Direktur Utama pada tahun 2004. Selanjutnya, diangkat menjadi Presiden Komisaris Perusahaan pada 2009 dan kembali diangkat pada 2023.
Selain bergerak di sektor tekstil, perusahaan ini kemudian bertransformasi menjadi pusat material penghasil produk industri seperti pupuk poliolefin, bahan baku tekstil serta sarung tangan medis. Perseroan ini telah melebarkan sayap hingga 37 negara.
Bisnis Indorama bermula sebagai produsen benang pintal. Kemudian Indorama melakukan diversifikasi dan akhirnya berkembang ke industri serat polyester. Sejak 2004, Indorama mulai merambah ke industri pembangkit tenaga listrik petrokimia.
Cemerlangnya harta kekayaan Prakash Lohia belum mencipratkan kilaunya kepada bisnis Indorama Synthetics. Merujuk keterbukaan informasi di BEI, INDR meraup pendapatan pada kuartal pertama tahun ini sebesar US$ 190 juta, angka tersebut turun 13,63% dari sebelumnya US$ 220 juta pada periode yang sama secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara untuk rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk juga melandai 53% dari US$ 7,5 pada 31 Maret 2024 menjadi US$ 3,5 juta pada 31 Maret 2025.
Jika ditelusuri gerak sahamnya sejak awal tahun, saham INDR berjalan secara fluktuatif. Pada 2 Januari saham INDR berada pada level 2.730 kemudian pada penutupan perdagangan Rabu (14/5) dipantau pada pukul 14.55 WIB, saham INDR turun 14,44%a atau 400 poin ke level 2.370. Sementara pada sepekan terakhir, INDR naik bergairah 1,28% atau 30 poin ke level 2.370.
Kepemilikan saham Indorama tersebar dengan PT Indorama Holdings BV yang memiliki kepemilikan 67,28% saham, PT Irama Investama memiliki 25% saham dan publik memiliki 7,72%.