Danantara Bersiap Luncurkan Patriot Bond Awal September, BEI Irit Bicara
Bursa Efek indonesia (BEI) enggan menjawab perihal Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara bakal meluncurkan Patriot Bonds atau Obligasi Patriotik. Berdasarkan keterangan resmi, gerakan investasi ini akan dialokasikan untuk beberapa proyek strategis salah satunya pengelolaan sampah nasional (waste management).
Lewat Patriot Bonds, Danantara disebut akan menghimpun dana hingga US$ 3,1 miliar atau sekitar Rp 50 triliun. Penerbitan obligasi patriotik akan menawarkan imbal hasil di bawah tingkat pasar dan penjualan obligasi ini akan dikelola oleh Mandiri Sekuritas.
“Tidak berani jawab, peraturannya coba tanya ke pak Nyoman (Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna,” kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, kepada wartawan di Gedung BEI, Senin (1/9).
Irvan juga enggan menjawab apakah Patriot Bond akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia atau tidak sebab belum ada pembicaraan terkait itu dengan Danantara. Adapun program bertajuk Patriot Bonds: A Love Letter for Indonesia’s Future akan melibatkan puluhan konglomerat Tanah Air.
BPI Danantara menyebut, instrumen ini akan diterbitkan melalui skema private placement senilai puluhan triliun rupiah kepada para pebisnis terkemuka. Dana yang terkumpul akan diarahkan ke sektor strategis, mulai dari transisi energi, penciptaan lapangan kerja hingga perlindungan lingkungan. Danantara meyakini program yang diluncurkan akan menjadi modal untuk mencapai kesejahteraan jangka panjang.
"Itulah sebabnya Danantara Indonesia meluncurkan Patriot Bonds, mengajak para pemimpin bisnis kami untuk mengumpulkan sumber daya bagi proyek-proyek jangka panjang dan berdampak tinggi di berbagai sektor," tulis Danantara dalam keterangan resmi dikutip Selasa (26/8).
Patriot Bonds rencananya akan digulirkan dalam dua seri yaitu tenor lima tahun dan tujuh tahun dengan nilai masing masing Rp 25 triliun. Adapun penerbitan obligasi direncanakan pada 1 Oktober.
Peran Publik dan Swasta
Dalam keterangan resmi, Danantara menyoroti Indonesia yang menghadapi sejumlah masalah struktural. Misalnya, lulusan bidang sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM) hanya 20% dari total angkatan kerja, jauh tertinggal dibanding Malaysia (43,5%) dan Singapura (36,6%). Skor PISA Indonesia juga masih di bawah rata-rata global, sementara lapangan kerja khusus di sektor hilir masih terbatas.
Di sisi lain, ada tantangan demografi. Pada 2045, sekitar 20% penduduk Indonesia diproyeksikan berusia di atas 60 tahun. Kondisi ini dikhawatirkan mengurangi produktivitas dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Masalah lingkungan pun kian mendesak, dengan produksi sampah nasional sekitar 32 juta ton per tahun yang berpotensi meningkat dua kali lipat pada 2045, sementara tempat pembuangan sudah penuh dan polusi udara mencatatkan rekor baru. BPI Danantara menilai Indonesia membutuhkan terobosan baru agar tidak terjebak dalam pola lama.
Pengalaman negara lain menunjukkan reformasi besar dapat membawa perubahan. Cina, misalnya, berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dua digit setelah membuka diri pada 1978, sementara Vietnam mengurangi tingkat kemiskinan dari 70% menjadi kurang dari 6% lewat reformasi Doi Moi (revormasi) pada 1986.