PT Bank KB Indonesia Tbk (BBKP) atau Bank KB Indonesia optimistis dapat menurunkan rasio kredit macet atau nonperforming loan/NPL gross ke level 7,5% pada akhir tahun ini. NPL Gross BBKP tercatat mencapai 10,8% pada semester I 2025.
"Hopefully, kami bisa masukkan [targetkan penurunan] range-nya di sekitaran 7,5% hingga akhir tahun," kata Henry ketika ditemui usai pergelaran RUPSLB Bank KB di Jakarta, Senin (6/10).
Dia mengatakan, sebagian besar kredit bermasalah yang tercatat saat ini merupakan warisan dari periode sebelumnya (legacy loans) atau sebelum diambil alih sepenuhnya oleh KB Bank. Sementara itu, portofolio kredit baru memiliki rasio NPL yang sangat kecil, yakni hampir sekitar 0,0%.
“Pada dasarnya, NPL yang ada di kami adalah penyelesaian dari NPL lama. Untuk kredit baru, rasio NPL-nya sangat kecil, mungkin hanya 0,0 sekian persen,” ujar Henry.
Strategi Pangkas Kredit Macet
BBKP saat ini telah menyiapkan sejumlah strategi untuk memangkas NPL, antara lain penagihan langsung kepada nasabah, penjualan kredit bermasalah dalam skala besar (bulk) serta lelang aset debitur yang sudah tidak bisa dinegosiasikan.
Sepanjang semester pertama 2025, BBKP mencatatkan laba bersih sebesar Rp 373 miliar. Angka tersebut berbalik dibandingkan semester pertama 2024 yang rugi mencapai Rp 3,18 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, kinerja laba bersih ini berhasil diperoleh, seiring beban biaya pencadangan yang anjlok dari Rp 3,71 triliun menjadi Rp 486 miliar. Adapun penyaluran kredit hanya tumbuh 7,7% secara tahunan menjadi Rp 49,33 triliun.
Meski kredit tumbuh, pendapatan bunga bersih perseroan pada paruh pertama tahun ini hanya naik dari Rp 2,66 triliun menjadi Rp 2,77 triliun. Sedangkan beban bunga naik dari Rp 2,09 triliun menjadi Rp 2,1 triliun sehingga pendapatan bunga bersih hanya naik dari Rp 570 miliar menjadi Rp 573 miliar.
Namun, beban operasional bersih BBKP anjlok dari Rp 4,5 triliun menjadi Rp 527 miliar terutama karena anjloknya biaya pencadangan. BBKP pun berhasil membukukan laba operasional sebesar Rp 77 miliar, berbanding terbalik dibandingkan rugi operasional yang mencapai Rp 4,1 triliun pada semester I 2024.
Perusahaan juga mencatatkan lonjakan pada pendapatan nonoperasional dari Rp 13 miliar menjadi Rp 557,47 miliar. Lonjakan pendapatan ini mendorong BBKP mampu membukukan laba bersih mencapai Rp 373 miliar setelah sempat mencatatkan rugi puluhan triliun rupiah sejak 2020.
Sementara itu, NPL gross BBKP masih mencapai 10,8% meski turun dibandingkan semester I 2024 sebesar 11,3%. Namun, NPL nett atau bersih BBKP justru naik dari 4,91% menjadi 6,07%. Rasio NPL ini berada di atas ambang batas yang disyaratkan OJK sebesar 5%.
Regulator jasa keuangan ini biasanya melakukan intervensi terhadap bank yang memiliki NPL nett di atas ambang batas tersebut karena dinilai berisiko tinggi.