Harga saham perbankan raksasa PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terpantau kian tergerus bahkan sudah merosot hingga 23,51 secara year to date (ytd). Bahkan hingga perdagangan saham hari ini, BBCA ditutup turun 1,99% ke Rp 7.400. Kapitalisasi pasarnya juga kian turun hingga menjadi Rp 912,24 triliun. 

Pada awal tahun, harga saham BBCA berada di level 9.000 di perdagangan Kamis (2/1). Namun setelah itu gerak sahamnya bergerak turun hingga di bawah Rp 8.000. Fonemone ini membuat sejumlah investor berspekulasi bahwa saham BBCA akan terus mengalami penurunan seperti yang pernah dialami saham fundamental lainnya yang sempat menjadi primadona di pasar modal yaitu PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). 

Apakah gerak saham BBCA bakal mengikuti laju UNVR? Apabila menilik kinerja sahamnya beberapa tahun lalu, UNVR sempat menembus level tertinggi di Rp 11.397 per lembarnya pada Desember 2017 silam. Kini sahamnya sudah berguguran hingga 77,11% dalam lima tahun terakhir.

Pada perdagangan hari ini, saham UNVR juga turun 0,78% ke Rp 1.900 dan kapitalisasi pasarnya sebesar Rp 72,48 triliun. Melihat hal itu, Head of Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, menyebut saham BBCA tidak sama seperti UNVR. Apalagi jika melihat dari sisi performa kinerja keuangan semester pertama 2025 yang masih mencatatkan pertumbuhan keuangan.

“Dan tekanan di saham lebih disebabkan aksi jual asing yang juga dipengaruhi faktor eksternal bukan hanya dari emitennya saja,” ucap Audi kepada Katadata.co.id, Jumat (10/10). 

Merujuk laporan keuangan, BBCA meraup laba bersih mencapai Rp 29 triliun pada semester pertama 2025, naik 8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 26,9 triliun. Kinerja laba BCA ditopang oleh penyaluran kredit  yang tumbuh 12,9% menjadi Rp959 triliun per Juni 2025.

Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai kinerja BBCA berbeda jauh dibandingkan Unilever. Menurutnya, kinerja Unilever masih tergolong underwhelming, sedangkan fundamental BBCA tetap solid. Ia menilai wajar nantinya  investor asing akan lebih mencermati pergerakan saham BBCA ke depan.

“Misalnya ya, peningkatan performa daripada kinerja fundamental BBCA ya, setidaknya akumulasi beli akan terjadi ya untuk para pelaku investor asing,” kata Nafan kepada Katadata.co.id, Jumat (10/10). 

Lebih lanjut, Nafan menjelaskan kondisi Unilever dan BCA berbeda secara fundamental. Menurutnya, Unilever menghadapi penurunan penjualan yang dipicu oleh minimnya inovasi bisnis serta dampak boikot produk terkait isu Israel. 

Sementara itu, BCA tidak terdampak faktor itu karena layanan perbankannya baik tabungan maupun pembiayaan masih digunakan masyarakat. Meskipun tren penjualan bersih (net sell) investor asing terhadap saham BBCA marak, Nafan menilai hal itu bersifat sementara. 

Ia pun memperkirakan kalau nantinya mulai merasa asing bakalan muncul dan adanya tren akumulasi beli dari investor asing terhadap saham BBCA.

“Yang penting kan BBCA tidak mengalami lower low atau bentukan through baru,” ucap Nafan.




Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila