Prospek Saham Boy Thohir ADRO, ADMR dan AADI, Intip Kinerja dan Target Harga
Tiga emiten andalan milik Garibaldi Thohir alias Boy Thohir, yakni PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), dan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) mencatatkan penurunan laba hingga kuartal III-2025. Meski kinerja keuangan tertekan oleh fluktuasi harga batu bara dan nikel, analis menilai prospek saham grup Adaro masih terbuka di tengah potensi kenaikan permintaan energi menjelang musim dingin.
Laporan keuangan ketiga emiten menunjukkan penurunan laba bersih rata-rata hampir 50% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. AADI mencatatkan laba bersih sebesar US$587,32 juta atau sekitar Rp 9,8 triliun, turun 45,34% secara tahunan.
Capaian itu seiring turunnya pendapatan usaha 10,8% menjadi US$3,60 miliar. Penurunan pendapatan ini terutama berasal dari melemahnya penjualan batu bara ekspor. Meskipun demikian, AADI mampu menekan beban pokok penjualan hingga 9% sehingga margin operasional masih terjaga.
Sementara itu, laba bersih ADRO anjlok lebih dalam, turun 74,53% menjadi US$301,59 juta atau sekitar Rp 5,03 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,18 miliar. Pendapatan ADRO juga turun 12,98% menjadi US$1,34 miliar. Kinerja ini mencerminkan tekanan dari penurunan harga batu bara dan meningkatnya beban pokok pendapatan yang naik tipis 1,04% menjadi US$884,6 juta.
Di sisi lain, ADMR, yang fokus pada tambang nikel dan batu bara metalurgi, membukukan laba bersih US$204,18 juta atau sekitar Rp 3,4 triliun, turun 38,55% dari tahun lalu. Pendapatan ADMR juga melemah 19,73% menjadi US$675,14 juta akibat pelemahan harga nikel dan penurunan permintaan dari Tiongkok.
Prospek Saham ADRO, ADMR dan AADI
Meski kinerja keuangan melemah, sejumlah analis masih optimistis terhadap prospek saham grup Adaro. Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai fundamental grup Boy Thohir tetap kuat dengan arus kas solid dan valuasi yang relatif murah. Ia menargetkan harga AADI di Rp 9.225 dan ADRO di Rp 2.550 dalam satu tahun ke depan.
Pandangan serupa disampaikan Head of Research Korea Investment & Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi, yang menyebut pergerakan saham ADRO dan grupnya sangat dipengaruhi oleh harga komoditas global. “Outlook ADRO masih positif dengan potensi rebound harga batu bara saat musim dingin, meskipun katalisnya mulai terbatas,” ujar Wafi.
Wafi menilai, prospek AADI akan didukung oleh ekspansi bisnis logistik dan infrastruktur energi Grup Adaro, terutama jika transisi ke gas dan energi terbarukan semakin masif. Namun, pergerakan sahamnya cenderung tertinggal karena skala bisnis masih lebih kecil. Adapun ADMR masih sensitif terhadap harga nikel dan batu bara metalurgi.
“Potensi rebound tetap ada jika harga nikel mulai pulih dari tekanan Tiongkok. Tapi volatilitasnya tinggi, jadi lebih cocok untuk trader,” kata Wafi. Ia mematok target harga jangka menengah ADRO di Rp 2.300, AADI di Rp 9.000, dan ADMR di Rp 1.250.
Dengan valuasi yang mulai menarik dan ekspektasi kenaikan permintaan energi di akhir tahun, saham-saham milik Boy Thohir ini masih berpotensi menjadi pilihan bagi investor jangka menengah. Namun, fluktuasi harga komoditas dan terbatasnya katalis eksternal menjadi faktor penting yang perlu dicermati dalam menentukan momentum beli.
Secara keseluruhan, penurunan kinerja Grup Adaro sepanjang sembilan bulan pertama 2025 mencerminkan tekanan global di sektor energi dan tambang. Namun, dengan valuasi yang mulai menarik, fundamental yang kuat, serta potensi permintaan energi meningkat di musim dingin, saham-saham milik Boy Thohir ini masih berpeluang menguat. Investor disarankan mencermati momentum harga komoditas sebagai katalis utama sebelum kembali masuk ke sektor energi.