BEI Diminta Kaji Ulang Aturan FCA, Dinilai Hambat Saham RI Masuk Indeks Global

Freepik.com
Top Loser Saham Kamis 25 September 2025
Penulis: Karunia Putri
7/11/2025, 09.40 WIB

Sejumlah analis menyebut Bursa Efek Indonesia (BEI) perlu melakukan kajian ulang terkait kebijakan pantauan khusus atau full call auction (FCA). Penyematan notasi khusus tersebut dinilai dapat merugikan emiten Tanah Air untuk masuk dalam indeks Global.

FCA merupakan mekanisme perdagangan saham yang order beli dan jual akan dikumpulkan selama satu periode tertentu, kemudian dieksekusi secara bersamaan pada satu harga yang ditentukan. Harga ini didasarkan pada titik keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Papan FCA akan disematkan kepada emiten ketika perdagangan sahamnya telah dihentikan sementara atau disuspensi sebanyak dua kali.

Peristiwa tersebut terjadi pada emiten pelat merah PT Timah Tbk (TINS) kemarin. Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Holding MIND ID ini batal masuk dalam konstituen Morgan Stanley Capital International (MSCI) Global Small Cap Indexes pada tinjauan periode November 2025. 

Sebelumnya, MSCI mengumumkan TINS sebagai salah satu dari tujuh emiten asal Indonesia yang masuk list untuk periode November 2025. Mengutip pengumuman resmi MSCI, pengelola indeks global tersebut menyatakan saham TINS diklasifikasikan sebagai bagian dari Ineligible Alert Board. Klasifikasi itu lantara TINS pernah masuk papan pantauan khusus atau full call auction (FCA) di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau melalui Watchlist Board.

Status TINS yang kena FCA dinilai memenuhi Kriteria 10, sebagaimana tercantum dalam metodologi MSCI Global Investable Market Indexes. Kriteria 10 mengacu pada saham dengan catatan khusus akibat suspensi lebih dari satu hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.

“Dengan demikian, sekuritas yang disebutkan di atas tidak akan dimasukkan ke dalam indeks MSCI sebagai bagian dari Index Review November 2025,” tulis MSCI dalam keterangannya, dikutip Kamis (6/11).

Merujuk pengumuman resmi BEI, saham TINS memang sempat disuspensi dan kemudian masuk dalam papan pemantauan khusus atau FCA. Status itu disematkan pada 20 Oktober dan berakhir pada 30 Oktober 2025. 

 “[Status FCA] Dikarenakan penghentian sementara perdagangan efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan aktivitas perdagangan,” tulis BEI dalam pengumuman resmi. 

Katadata telah mencoba menghubungi manajemen TINS untuk meminta tanggapan terkait pembatalan ini. Tanggapan juga sudah dilayangkan kepada BEI mengenai permintaan untuk dilakukan kaji ulang aturan FCA. Namun, hingga berita ini diturunkan, manajemen TINS dan BEI belum memberikan respons.

Plus Minus Kebijakan FCA

Head of Research Korea Investment and Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi menyebut, sebenarnya langkah otoritas merajut kebijakan FCA memiliki tujuan yang bagus. Sebab kebijakan tersebut dapat menjaga stabilitas pasar dan mencegah kepemilikan asing yang berlebihan di sektor strategis.

Kendati demikian, menurut Wafi, kebijakan tersebut justru dapat menjadi penghambat bagi emiten yang mempunyai likuiditas dan potensi global yang bagus seperti TINS. 

“Kebijakan ini bisa dianggap menghambat akses buat masuk indeks global karena batasan kepemilikan asing dianggap terlalu restriktif,” kata Wafi kepada Katadata, Kamis (7/11).

Ia menambahkan, penerapan FCA membuat investor asing lebih berhati-hati untuk menambah kepemilikan pada saham-saham yang terkena batas tersebut, terutama bagi fund manager global yang mengikuti acuan indeks seperti MSCI.

“Menurut saya otoritas bisa pertimbangkan revisi atau fleksibilitas kebijakan, terutama untuk emiten-emiten BUMN yang punya bobot strategis tinggi, biar tetap bisa masuk indeks internasional tanpa ngorbanin kontrol domestik,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Co Founder sekaligus pengamat Pasar Dana Yohanis Hans Kwee. Ia menyatakan, otoritas pasar modal Indonesia perlu melakukan kajian ulang mengenai kebijakan FCA. Seiring dengan itu, dia pun membeberkan akan melakukan penelitian lebih lanjut dengan BEI mengenai kebijakan-kebijakan terkait saham di pasar modal Indonesia, salah satunya terkait penghentian saham atau suspensi serta FCA. 

“Pasti bursa buka diri. Dikumpulin semua masalahnya, kita cemplungin dulu dan lihat hasilnya gimana,” kata Hans kepada wartawan di Main Hall BEI, Kamis (6/11).

Menurut Hans, kebijakan FCA bertujuan baik untuk menurunkan volatilitas negatif di pasar Indonesia. Meski begitu, ia menilai beberapa kriteria FCA perlu dievaluasi ulang. Menurutnya, semestinya bursa menyoroti saham yang sering di pom-pom sehingga melejit signifikan tanpa sebab. Bertolak belakang dengan saham kuat yang terkena FCA.

“Kriterianya cukup banyak dan tidak semuanya efektif. Harus ditelaah satu per satu yang mana yang benar-benar berfungsi dan mana yang tidak,” kata Hans kepada wartawan di Main Hall BEI, Kamis (6/11).

Menurutnya, pola investasi di pasar modal Indonesia mengalami pergeseran signifikan, dari aktif fund ke pasif fund. Hal tersebut membuat keberadaan suatu emiten di indeks bergengsi global seperti MSCI menjadi hal yang dicermati. 

Sorot Aturan Free Float

Lebih lanjut, dia juga menyoroti rencana perubahan aturan MSCI terkait penyesuaian penghitungan porsi publik atau free float saham. “Yang perlu kita waspadai, MSCI sedang berencana merevisi aturan. Itu yang berbahaya. Mereka ingin melihat kepemilikan perusahaan tertutup (PT) tidak ikut dihitung. Kalau free float-nya diturunkan, otomatis bobot kita turun, dan harga saham bisa ikut terkoreksi,” ujar Hans.

Ia menambahkan, sebagian besar investor saat ini masih bersikap wait and see sambil menunggu pengumuman resmi MSCI pada Januari 2026 mendatang terkait aturan baru tersebut.

Sebelumnya, kabar mengenai rencana MSCI menyesuaikan jumlah free float sempat mengguncang pasar saham Tanah Air. Langkah tersebut diperkirakan akan merugikan sejumlah saham konglomerasi besar yang selama ini menjadi penopang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Merujuk pengumuman resmi BEI, saham TINS memang sempat disuspensi dan kemudian masuk dalam papan pemantauan khusus atau FCA. Status itu disematkan pada 20 Oktober dan berakhir pada 30 Oktober 2025.

“[Status FCA] Dikarenakan penghentian sementara perdagangan efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan aktivitas perdagangan,” tulis BEI dalam pengumuman resmi.  



Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Karunia Putri