Katalis Baru Emiten Timah (TINS) di Tengah Lompatan Harga, Menarik Dikoleksi?

ANTARA FOTO/Andri Saputra/bar
Seorang pekerja menghitung balok timah hasil produksi di gudang penyimpanan di PT Timah Tbk di Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (16/10/2025).
Penulis: Karunia Putri
26/11/2025, 14.42 WIB

Prospek kinerja emiten PT Timah Tbk (TINS) dinilai semakin positif seiring kenaikan harga komoditas timah dunia. Berdasarkan data perdagangan sesi pertama hari ini, harga saham TINS melonjak 4,06% atau 130 poin ke level 3.330. Secara year to date (ytd), saham emiten pelat merah ini telah meroket 211,21%.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menilai cerahnya prospek TINS sejalan dengan posisinya sebagai salah satu produsen timah terbesar di Indonesia, bahkan dunia. 

Di sisi lain, harga timah global terus menguat dan hari ini tercatat di level US$ 37.547 per ton, naik 0,44% dibanding hari sebelumnya. Harga tersebut bahkan telah melampaui perkiraan Bloomberg di kisaran US$ 32.354 - 34.181 per ton hingga akhir 2025.

“Indonesia merupakan salah satu eksportir timah ke berbagai negara Asia seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea. Untuk memperkuat competitive advantage, hilirisasi perlu terus berlanjut,” kata Nafan kepada Katadata, Rabu (26/11).

Ia menjelaskan bahwa timah merupakan komponen penting untuk proses soldering pada industri elektronik, yang saat ini tengah mengalami peningkatan kebutuhan. Kenaikan harga timah global, menurutnya, berpotensi mendorong margin keuntungan TINS.

Menurut Nafan, selama permintaan global tetap kuat dan tidak terjadi surplus pasokan, penguatan harga timah dunia seharusnya memberi dampak positif bagi kinerja TINS.

Ia kemudian merekomendasikan investor untuk menahan penjualan saham-saham TINS sampai mencapai target harga di level 3.400.

Pertimbanngan Koleksi Saham TINS 

Sementara itu, analis pasar modal Rita Effendy memaparkan enam alasan yang dapat menjadi pertimbangan investor dalam mengoleksi saham TINS. Pertama, produksi TINS tercatat melonjak signifikan hingga Oktober 2025 dan telah menembus 3.000 ton. Menurut Rita, hal ini menunjukkan penertiban tambang ilegal mulai efektif sehingga produksi kembali pulih dengan kuat.

Bila merujuk laporan keuangan hingga periode September 2025, TINS membukukan laba bersih sebesar Rp 602,42 miliar. Jumlah tersebut turun 33,71% dibandingkan dengan laba bersih TINS pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 908,78 miliar.  Pendapatan perseroan juga tercatat turun menjadi Rp 6,60 triliun dari Rp 8,25 triliun secara tahunan.

Kedua, harga timah global berada pada level yang solid. Harga LME 3M tin tercatat di US$ 37.000 per ton, tertinggi dalam tujuh bulan terakhir. Proyeksi konservatif untuk 2026–2027 juga dinilai tetap kuat di kisaran US$ 34.000 per ton seiring penurunan suplai dari Myanmar.

Ketiga, Rita menilai valuasi TINS saat ini masih tergolong sangat murah. Meski begitu, dalam skenario terburuk yang dia rancang, output hanya 30 ribu ton dan harga timah US$ 34.000 per ton, valuasi TINS masih berada di 8 kali PE 2026, atau diskon 35% dibandingkan Yunnan Tin.

Keempat, potensi kenaikan harga saham dinilai besar tanpa harus mengandalkan lonjakan produksi ekstrem. Dengan output 36 ribu ton saja, TINS dinilai memiliki peluang naik lebih dari dua kali lipat. Investor pun tak perlu menunggu produksi 60–80 ribu ton untuk melihat re-rating signifikan.

Kelima, Rita memandang katalis tahun 2026 akan semakin kuat. Target produksi lama sebesar 30 ribu ton saat ini tengah direvisi naik. Momentum produksi kuartal IV 2025 hingga paruh pertama 2026 disebut akan menjadi penentu siklus pemulihan pada 2026.

Terakhir, TINS menawarkan kebijakan dividen yang atraktif dan konsisten. Manajemen memberi sinyal dividend payout ratio (DPR) 2025 pada kisaran 30%–40%, sesuai tren historis. Kombinasi value, cash yield, dan prospek pemulihan ini dinilai menjadi daya tarik utama bagi investor.

Persiapkan Proposal Dana ke Danantara

Tak hanya itu, emiten holding MIND ID ini juga mengungkapkan tengah menyiapkan proposal bisnis untuk diajukan kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Proposal tersebut ditujukan untuk mendukung rencana penyertaan modal ke anak usaha TINS di sektor hilirisasi timah, PT Timah Industri.

Mengutip paparan publik yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia, manajemen TINS menyampaikan bahwa belum ada pernyataan resmi dari Danantara terkait hilirisasi timah. Meski demikian, komitmen lembaga tersebut untuk mendukung proses hilirisasi maupun penguatan sektor hulu bisnis timah sudah disampaikan dalam beberapa pertemuan.

“Saya sempat mendengar langsung dalam beberapa rapat dengan Pak Rosan. Karena itu, kami menyiapkan proposal bisnis dari PT Timah Industri agar dapat dipertimbangkan untuk memperoleh suntikan investasi dari Danantara,” ujar manajemen TINS dalam keterbukaan informasi, dikutip Selasa (25/11).

Manajemen menjelaskan bahwa upaya hilirisasi timah sebenarnya sudah berjalan sejak 1975. Pada akhir 1990-an, tepatnya 1998, TINS memperkuat langkah tersebut dengan membentuk anak usahanya PT Timah Industri yang berlokasi di Cilegon sebagai entitas khusus hilirisasi.

Produk yang dihasilkan PT Timah Industri meliputi tin solder, tin chemical serta produk baru yang tengah dikembangkan yaitu tin powder. Produk-produk ini menjadi andalan hilirisasi perseroan melalui anak usahanya tersebut.

Menurut manajemen, hilirisasi yang dilakukan perseroan saat ini masih berfokus pada pengolahan produk timah batangan menjadi produk turunan bernilai tambah. Beberapa produk hilirisasi yang telah dikembangkan antara lain tin solder dan tin powder, meski pengembangan untuk produk terakhir masih dalam proses.

Manajemen menilai hilirisasi seharusnya mampu memberikan tambahan kontribusi terhadap kinerja perseroan. Namun, perhitungan besaran kontribusi terhadap laba bersih belum dapat dipastikan. 

“Jadi memang harusnya nambah. Tapi kalau orang signifikan saya belum bisa sampaikan berapa. Karena memang nanti timah ini memang tergantung ke supply and demand, kita harapkan juga industri-industri timah ini juga ikut hidup di Indonesia,” ujarnya.



Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Karunia Putri