Ledakan Harga Saham BUMI di Tengah Gencar Akuisisi, Terkerek Sinyal Masuk MSCI?

Bumi Resources
Tambang Bumi Resources
10/12/2025, 15.21 WIB

Saham emiten afiliasi Grup Salim dan Bakrie, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) meledak hingga harganya naik 22,79% ke level Rp 334 pada perdagangan saham, Rabu (10/12). Bahkan secara year to date (ytd) harga saham BUMI sudah melonjak 183,05% dan melesat 206,42% dalam tiga bulan terakhir. 

Ledakan harga saham emiten tambang itu disokong gencarnya aksi korporasi yang tengah dikebut perusahaan. Ditambah lagi, saham BUMI kini disebut-sebut tengah mencoba peluang untuk masuk indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) periode Februari 2026.

Pengamat pasar modal sekaligus Founder Republik Investor, Hendra Wardana, menilai isu potensi masuknya saham BUMI ke indeks MSCI kini semakin menjadi perhatian serius di pasar. Menurutnya, narasi tersebut bukan lagi sekadar rumor, melainkan didukung kapitalisasi pasar dan free float yang menjadi acuan utama dalam penilaian MSCI.

“Dengan struktur kepemilikan publik yang membaik serta likuiditas yang terus meningkat, pasar mulai mengantisipasi kemungkinan BUMI naik kelas ke panggung global,” kata Hendra ketika dihubungi Katadata.co.id, Rabu (10/12). 

Berdasarkan perhitungan free float 28,28%, Hendra mengatakan harga saham emiten tambang itu perlu berada di kisaran Rp 305 untuk bisa memenuhi kriteria MSCI. Namun apabila menggunakan free float terbaru versi IDX/KSEI sebesar 33,818%, batas kelayakan untuk MSCI turun menjadi sekitar Rp 275 per saham.

Menurut Hendra, dari perspektif ekonomi pasar hal ini membuat skenario masuknya BUMI ke MSCI semakin realistis. Ia menyebut harga yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan tidak lagi terlalu jauh dari level perdagangan saat ini.

Merujuk pergerakan pasar terbaru siang ini, Rabu (10/12) investor asing tercatat melakukan net buy sekitar Rp 520 miliar, dengan total volume transaksi mendekati 1,8 miliar lembar saham.  Menurut Hendra, BUMI kini bukan hanya sebagai saham trading, tetapi juga calon investasi yang tengah diuji kelayakannya oleh pasar global. Ia juga menyebut arus dana asing juga masuk konsisten disertai lonjakan likuiditas.

“Meski demikian, perlu digarisbawahi bahwa masuk MSCI adalah proses yang menuntut konsistensi, baik dari sisi harga, kapitalisasi pasar, maupun likuiditas,” ujar Hendra. 

Lebih jauh Hendra mengatakan volatilitas jangka pendek saham BUMI tetap terbuka, terutama setelah lonjakan berbasis ekspektasi. Namun Hendra mengaku apabila BUMI mampu bertahan di atas ambang harga kelayakan dan menjaga likuiditas hingga periode evaluasi MSCI, maka peluang konfirmasi inklusi akan semakin besar.

Dalam skenario tersebut, Hendra menyebut tidak menutup kemungkinan saham BUMI diperdagangkan di kisaran Rp 500 per saham. Menurutnya aliran dana pasif dari ETF maupun reksa dana indeks global bisa deras setelah BUMI resmi masuk ke dalam indeks MSCI.

“Dana jenis ini cenderung masuk secara bertahap namun berkelanjutan, sehingga dapat menciptakan permintaan struktural yang menopang harga di level yang lebih tinggi,” ungkap Hendra. 

Geliat Aksi Bumi Resources (BUMI) 

Di tengah lonjakan harga, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga tengah proses untuk mengakuisisi tambang emas tahap produksi Jubilee Metals Limited (JML) di Australia. Selain itu, perusahaan kini juga menggenggam 45% saham PT Laman Mining, perusahaan tambang bauksit di Kalimantan Barat. 

Kemudian pada tahun ini PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi primadona di kalangan investor pasar modal setelah merampungkan akuisisi 100% saham Wolfram Limited (WFL), perusahaan tambang emas raksasa berbasis Australia. Perusahaan juga telah menerbitkan obligasi dengan mencari dana hingga Rp 5 triliun untuk ekspansi besar-besaran ini. 

BUMI yang bergerak di sektor pertambangan ini bahkan juga mengungkapkan rencana untuk melakukan aksi akuisisi baru di sektor mineral. Emiten yang terafiliasi dengan konglomerat dari Grup Salim dan Grup Bakrie ini akan membuka peluang ekspansi pada bidang potensial lainnya.  

Direktur Bumi Resources, Christopher Fong, menyampaikan perusahaan kini tengah memprioritaskan ekspansi di sektor logam, mineral, dan industri hilir. Ia menyebut akuisisi baru itu dalam rentang 6–12 bulan ke depan. Ia mengaku langkah ini merupakan bagian dari strategi diversifikasi untuk mengurangi ketergantungan pada bisnis batu bara termal.  

“Sambil tetap mengoperasikan dan mempertahankan kinerja operasi batu bara termal kami,” ucap Christopher dalam paparan publik, Senin (1/12). 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila