Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia menilai perusahaan asuransi tak wajib menunda pembayaran premi meski sudah ada kebijakan Otoritas Jasa Keuangan terkait penaganan dampak Covid-19 bagi industri tersebut.
"Sebagaimana dimaksud dalam surat OJK mengenai countercyclical, bukan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan bagi perusahaan asuransi," kata Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon dalam siaran resmi terkait sikap AJII.
Dalam Surat OJK nomor S-11/D.05/2020 yang terbit pada 30 Maret 2020 dijelaskan bahwa industri asuransi dapat relaksasi penundaan selama 4 bulan pembayaran premi yang jatuh tempo, baik untuk nasabah perorangan atau korporasi. Namun, menurut AJII, hal itu hanya wajib dilakukan bila perusahaan mengakui tagihan premi berusia 4 bulan sebagai aset yang diperkenankan dalam perhitungan tingkat solvabilitas.
"Sehingga merupakan kebijakan yang dapat diambil oleh masing-masing perusahaan asuransi," kata Budi menambahkan.
(Baca: OJK Beri Keringanan Asuransi, Leasing, dan Dapen, Berikut Rinciannya)
AAJI meminta nasabah memahami ketentuan-ketentuan dalam polis mereka. Langkah menunda pembayaran premi akan berpengaruh kepada elemen-elemen investasi atau tidak diperhitungkan dalam rencana keuangan.
Nasabah juga diimbau untuk memastikan agar perlindungan asuransi jiwa yang dimilikinya tetap aktif. Ini antara lain perlu dilakukan dengan menghubungi perusahaan asuransi untuk mendapatkan penjelasan terkait polis yang dimiliki.
Asosiasi menyambut baik kebijakan countercyclical yang dikeluarkan oleh OJK karena bertujuan menjaga stabilitas kinerja Industri Keuangan Nonbank di tengah wabah virus corona. Hal itu, sekaligus sebagai suatu dukungan bagi industri asuransi jiwa untuk terus berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
(Baca: Anies Minta BPJS Kesehatan Tak Telat Bayar Biaya Pasien Corona)
Budi mengatakan, pihaknya juga meminta OJK memberikan relaksasi kepada perusahaan asuransi jiwa yang memasarkan Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi untuk dapat memanfaatkan teknologi dalam penjualannya.
Relaksasi antara lain dalam bentuk pertemuan secara digital antara tenaga pemasar dan calon nasabah, serta menghapus kewajiban tanda tangan basah dan menggantikannya dengan tanda tangan dalam bentuk digital atau elektronik.
"Hal ini sesuai dengan ajakan Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan gerakan physical distancing dalam menghadapi pandemi saat ini," kata Budi.