Meski mampu mencatatkan pendapatan bunga yang cukup signifikan, kinerja PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) sepanjang 2019 tidak menggembirakan.
Sepanjang tahun 2019, Bank Sampoerna tercatat mampu menyalurkan kredit sebesar Rp7,8 triliun, meningkat 8% dibanding penyaluran tahun 2018. Dari total kredit yang disalurkan, 62% diberikan pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Pemberdayaan UMKM tetap menjadi fokus utama Bank Sahabat Sampoerna”, kata Direktur Utama Bank Sampoerna Ali Rukmijah, dalam siaran pers, Kamis (2/4).
Sejalan dengan peningkatan penyaluran kredit, Bank Sampoerna mencatatkan pendapatan bunga sebesar Rp1,3 triliun, naik 17% dibanding tahun 2018. Sedangkan, pendapatan bunga bersih tercatat sebesar Rp 664,12 miliar, naik 5,56% dibanding capaian tahun 2018, yang sebesar Rp 629,3 miliar.
Namun, capaian laba bersih Bank Sampoerna sepanjang 2019 hanya sebesar Rp 18,53 miliar, turun 76,54% dibanding torehan laba bersih 2018, yang mencapai Rp 79 miliar.
Kinerja yang tergolong buruk ini agaknya disebabkan karena Bank Sampoerna menanggung beban tinggi, serta tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada pendapatan non-bunga
Sepanjang 2019, Bank Sampoerna tercatat mengalami penurunan pendapatan non-bunga, dari sebelumnya Rp 39,55 miliar menjadi Rp 37,61 miliar. Tak hanya itu, Bank Sampoerna juga mencatatkan lonjakan beban operasional sebesar 23,99%, dari sebelumnya Rp 496,76 miliar pada 2018, menjadi Rp 615,77 miliar pada 2019.
(Baca: Pertumbuhan Kredit Bank Kian Menyusut, per Februari Hanya 5,5%)
Dari segi rasio keuangan, Bank Sampoerna juga mencatatkan kenaikan non performing loan (NPL) gross sepanjang 2019. Tahun lalu, NPL gross tercatat sebesar 4,31%, mendekati batas atas NPL perbankan, yakni 5%. Padahal, tahun 2018 NPL gross bisa ditekan di angka 3,23%.
Direktur Keuangan Bank Sampoerna Henky Suryaputra menambahkan, Bank Sampoerna secara fundamental cukup kuat dengan posisi rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) sebesar 21,08%. Posisi CAR tahun 2019 tercatat jauh di atas posisi CAR yang disyaratkan, yakni 10%
"Hal ini tentunya tak dapat dipisahkan dari tambahan modal dari pemegang saham yang berjumlah Rp 265 miliar sepanjang tahun 2019," kata Henky.
Terkait dengan ketentuan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menaikkan modal inti minimum perbankan menjadi Rp 3 triliun, Henky menyatakan, pihaknya mengapresiasi maksud baik OJK untuk memperkuat bank di Indonesia.
“Modal inti Bank Sampoerna sendiri per akhir 2019 adalah Rp 1,6 triliun. Dibandingkan dengan modal inti Bank Sampoerna lima tahun lalu yang kurang dari Rp 600 miliar, telah terjadi peningkatan lebih dari satu setengah kali lipat,” ujarnya.
Meski masih di bawah ketentuan yang ditetapkan OJK, namun ia optimistis Bank Sampoerna akan mampu meningkatkan modal inti minimum sesuai persyaratan. Pasalnya, selama lima tahun terakhir pemegang saham ia katakan, terus menunjukkan komitmen dukungan modal untuk mendukung ekspansi.
"Pemegang saham tetap memegang komitmen untuk mendukung pertumbuhan Bank Sampoerna termasuk untuk menyediakan tambahan modal inti yang diperlukan,” kata Henky.
(Baca: BI Pantau Kredit Seret dan Modal Bank Belum Terimbas Pandemi Corona)