Kasus defisit keuangan dan gagal bayar klaim PT Asuransi Jiwasraya dinilai sebagai salah satu bentuk kegagalan Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator. Ekonom Senior Faisal Basri bahkan menyebut dua mantan bos Bank Indonesia menyesali pembentukan OJK.
Faisal tak menyalahkan orang-orang yang berada di dalam lembaga tersebut. Ia hanya menyayangkan desain kewenangan OJK yang melampaui batas.
Saat ini, menurut dia, tak ada yang mengawasi OJK. Hal tersebut pun menjadi salah satu permasalahan bobroknya kinerja lembaga tersebut. "Tidak ada check and balance. Hanya Tuhan yang bisa awasi mereka," kata Faisal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (12/3).
(Baca: Faisal Basri Sebut Pemerintah Terlalu Meremehkan Masalah Jiwasraya)
Sebaliknya, Sekretaris Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Afifa menilai, pihaknya tetap membutuhkan OJK. "Kalau dikatakan OJK tidak ada fungsi, ada sebenarnya, tapi belum sempurna," dalam diskusi yang sama.
OJK tak disudutkan begitu saja. Ia pun menyarankan lembaga tersebut menyiapkan langkah preventif untuk kasus Jiwasraya agar tak kembali terulang.
Usulan pembubaran OJK sebelumnya diutarakan Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga seiring dengan dugaan keterlibatan oknum dalam lembaga tersebut dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
(Baca: Merunut Kelalaian Pemerintah dan OJK dalam Masalah Jiwasraya)
Eriko mengatakan, penetapan OJK sebagai pengawas industri keuangan dahulu dilakukan agar industri keuangan bisa lebih fokus dan baik. Namun, pelaksanaan atas keputusan tersebut kurang maksimal. Ia pun mengusulkan untuk mengembalikan fungsi OJK kepada BI dan Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menilai OJK membutuhkan pembenahan. Pernyataan tersebut dikeluarkan Sri Mulyani sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Menurut dia, KKSK saat ini berupaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
“Masih perlu banyak hal yang diperbaiki,” kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/1).