Dana Asing Akan Ditampung Khusus di Badan Pengelola Investasi Negara

ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Areal yang bakal menjadi calon ibu kota baru di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (31/8/2019). Pembangunan ibu kota baru akan mengandalkan dana dari Badan Usaha Pengelola Investasi Negara.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
6/2/2020, 08.57 WIB

Pemerintahan Presiden Joko Widodo sedang menggodok pembentukan sovereign wealth fund (SWF) atau Badan Usaha Pengelola Investasi Negara. Badan khusus tersebut nantinya diperuntukkan mengelola investasi asing guna membiayai proyek dalam negeri.

"Dana akan digunakan untuk membiayai investasi dalam negeri, bukan ke luar," kata Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo ketika ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (5/2).

Jokowi sebelumnya menargetkan badan usaha pengelola investasi dapat meraup dana segar hingga mencapai US$ 20 miliar atau setara Rp 273 triliun.  Dana yang akan masuk melalui SWF ini akan lebih besar jika omnibus law telah terbit.

“Begitu aturan kami dapat (buat), akan ada inflow minimal 20 miliar, bukan rupiah tapi dolar AS,” kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Tahun 2020 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (16/1).

(Baca: Jokowi Targetkan Badan Pengelola Investasi RI Raup Dana Rp 273 Triliun)

Kartika menambahkan, badan usaha pengelola investasi fokus pada proyek di sektor-sektor strategis yang akan menciptakan dampak ekonomi yang luas. "Kami bisa masuk ke proyek-proyek yang sudah ada yang kemudian didaur ulang atau proyek yang baru termasuk pembangunan ibu kota baru," kata Tiko, sapaan akrabnya.

Tiko menjelaskan, bentuk badan usaha pengelola investasi yang akan menjadi kiblat pemerintah yakni model sui generis, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) alias Eximbank. "Bukan BLU (Badan Layanan Umum)," ujar Tiko.

Lembaga ini nantinya berbeda dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang pernah dibentuk oleh Kementerian Keuangan namun kemudian dilikudasi pada 2015. PIP yang berstatus BLU memiliki sumber anggaran yang terbatas hanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Cadangan devisa Indonesia dinilai terbatas, sehingga kemampuan investasi PIP tidak maksimal.

(Baca: Luhut Sebut Dana Softbank Bukan untuk Kantor Presiden di Ibu Kota Baru)

Tiko menjelaskan, basis pembentukan badan usaha pengelola investasi berada di ranah Kementerian Keuangan. "Kami (Kementerian BUMN) lebih memberikan keahlian dari sisi framework bisnisnya," katanya menambahkan.

Banyak negara yang telah mengembangkan badan usaha pengelola investasi negara untuk mengelola dana investasi. Di urutan pertama, ada Norway Government Pension Fund Global (Norwegia) dengan dana kelolaan US$ 1,09 triliun. Sementara di posisi kedua adalah China Investment Corporation (Tiongkok) dengan dana kelolaan US$ 940,6 miliar. Daftar sepuluh SWF terbesar di dunia bisa dilihat di Databoks berikut ini.


Beberapa lembaga keuangan dan investor telah menyatakan keinginannya untuk berinvestasi melalui badan usaha pengelola investasi di antaranya, yakni Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Mohamed Bin Zayed, International Development Finance Corporation (IDFC), dan Softbank. Ketiganya berencana menanamkan modalnya untuk pembangunan ibu kota baru Indonesia.

Selain itu, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sempat mengungkapkan keinginannya untuk berinvestasi di Indonesia melalui SWF. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, JBIC tertarik menggunakan dana tersebut untuk hilirisasi industri pertambangan yang saat ini dicanangkan pemerintah.

(Baca: Selain UEA, Ini Investor yang Tertarik Tanam Modal di Ibu Kota Baru)