Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik, YLKI Usul Hapus Kelas Layanan

Ilustrasi BPJS Kesehatan. Pemerintah mengusulkan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan naik hingga dua kali lipat.
Penulis: Agustiyanti
29/8/2019, 12.02 WIB

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tak setuju dengan rencana pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun jika pemerintah bersikeras menaikkan iuran, YKLI mendesak dilakukan reformasi total pada pengelolaan BPJS Kesehatan, salah satunya dengan menghapus fasilitas kelas iuran.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulis Abadi menjelaskan usulan untuk menghilangkan kelas iuran BPJS Kesehatan selaras dengan spirit asuransi sosial yakni berkeadilan dan gotong royong.

"Jadi, iuran BPJS Kesehatan hanya satu kategori saja," ujar Tulus dalam keterangan resmi, Kamis (29/8)

Ia mengusulkan iuran untuk peserta mandiri sebesar Rp 60 ribu. Sementara untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau warga miskin yang dibiayai pemerintah diusulkan naik dari Rp 23 ribu menjadi ke kisaran Rp 30-40 ribu.

(Baca: BPJS Watch Usul Kenaikan Iuran Peserta Mandiri JKN Maksimal Rp 6.000)

Saat ini, kelas iuran BPJS kesehatan terbagi menjadi tiga. Untuk peserta mandiri, iuran kelas 3 sebesar Rp 25.500, kelas 2 Rp 55 ribu, dan kelas 1 Rp 80 ribu.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan kenaikan iuran untuk kelas 3 menjadi Rp 42 ribu, kelas 2 Rp 110 ribu, dan kelas 1 Rp 160 ribu.

Selain menghapus kelas layanan, ia juga mendesak BPJS Kesehatan untuk memverifikasi ulang BPJS Kesehatan kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Agar lebih transparan, ia pun mengusulkan nama penerima PBI dapat diakses publik

Manajemen BPJS Kesehatan juga diinilai harus membereskan tunggakan iuran dari kategori mandiri/pekerja bukan penerima upah, yang mencapai 54 persen.

(Baca: Sri Mulyani Usul Iuran BPJS Kesehatan Naik Hingga Dua Kali Lipat)

"Fenomena tunggakan ini jika dibiarkan akan menjadi benalu bagi finansial BPJS Kesehatan. Di sisi yang lain, kenaikan iuran untuk kategori peserta mandiri juga akan memicu tunggakan dari peserta mandiri akan semakin tinggi," jelas dia.

Terakhir, YLKI mengusulkan BPJS Kesehatan melakukan verifikasi terkait ketersediaan dan jumlah dokter untuk mitra faskes tingkat pertama, seperti puskesmas dan klinik.

Meski demikian, Tulus menegaskan kenaikan iuran seharusnya menjadi skenario terakhir yang digunakan pemerintah untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Ketimbang menaikkan iuran, menurut dia, pemerintah sebenarnya dapat mengalokasikan subsidi energi yang saat ini mencapai Rp 157 triliun atau menaikkan cukai rokok.

"Skema cukai rokok selain tidak membebani konsumen BPJS Kesehatan, juga sebagai upaya preventif promotif, sehingga sangat sejalan dengan filosofi BPJS Kesehatan," terang dia.