Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selalu mencatatkan defisit keuangan setiap tahun sejak lembaga tersebut didirikan pada 2014. Angkanya bahkan setiap tahun mengalami peningkatan.
Pada 2014, defisit keuangan yang dialami BPJS Kesehatan hanya mencapai Rp 1,9 triliun. Kemudian di tahun 2015, melonjak menjadi Rp 9,4 triliun. Lalu turun pada 2016 menjadi Rp 6,7 triliun dan kembali melonjak menjadi Rp 13,8 triliun pada 2017. Sementara tahun lalu, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 9,1 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan terdapat empat akar masalah defisit BPJS Kesehatan. Permasalahan pertama, struktur iuran BPJS masih di bawah perhitungan aktuaria atau underpriced.
"Jadi iuran terlalu kecil dengan manfaat yang terlalu banyak, maka resikonya terlalu tinggi karena peserta juga banyak," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/8).
(Baca: BPJS Kesehatan: Kenaikan Iuran Mendesak )
Permasalahan kedua, banyaknya Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dari sektor mandiri atau informal yang hanya mendaftar pada saat sakit lalu berhenti membayar iuran setelah mendapatkan layanan kesehatan. Hal ini, menurut dia, tentu harus diantisipasi dengan memperbaiki kebijakan.
"Ini kalau dalam ekonomi namanya adverse selection. Jadi yang sering sakit, menjadi pendaftar. Sedangkan orang-orang yang sehat merasa tidak butuh, jadi enggak bayar," kata dia.
Permasalahan ketiga, tingkat keaktifan peserta mandiri atau informal yang cukup rendah atau hanya sekitar 54%. Sementara, tingkat utilisasi atau penggunaannya dinilai Sri Mulyani sangat tinggi.
Adapun permasalahan terakhir, menurut dia, beban pembiayaan BPJS Kesehatan pada penyakit katastropik yang sangat besar. Tercatat, beban pembiayaan mencapai lebih dari 20% dari total biaya manfaat.
"Jadi ini nanti ada penjelasan Menteri Kesehatan bagaimana menjaga gaya hidup dan lain-lain," ucap Sri Mulyani.
(Baca: Kenaikan Tunjangan Direksi di Tengah Sakit Kronis BPJS Kesehatan)
Maka dari itu, lanjut dia, perlu dilakukan beberapa upaya mendukung keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Upaya tersebut antara lain berupa perbaikan sistem dan manajemen JKN, penguatan peranan pemerintah daerah, dan penyesuaian iuran peserta JKN.
Dari sisi perbaikan sistem dan manajemen JKN, menurut dia, perlu dilakukan perbaikan database peserta, optimalisasi kepesertaan badan usaha, serta perbaikan sistem pembayaran dan pemanfaatan dana kapitasi.
"Ini karena ada beberapa badan usaha yang kadang sudah mendaftar tapi jumlah karyawannya dikurang-kurangi. Atau badan usaha yang melaporkan gaji pegawainya direndah-rendahin karena tadi persentasi 5% dari penghasilan tetap mereka," ujar Sri Mulyani.
Kemudian di sisi penguatan peranan, Pemda dinilai perlu memberikan dukungan peningkatan kepesertaan JKN, pembiayaan JKN, penguatan promotive, preventif, dan supply side. Sementara di sisi penyesuaian iuran, peserta JKN perlu melakukan proses penyesuaian kenaikan iuran.