PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mengantongi laba bersih pada semester I-2019 sebesar Rp 7,63 triliun atau naik 2,7% secara tahunan. Pertumbuhan labanya terpaut jauh dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang mencapai angka 16% (year on year/yoy).
Padahal, penyaluran kredit BNI pada enam bulan pertama tahun ini pertumbuhannya mencapai 20%, dari Rp 457,81 triliun pada semester pertama 2018 menjadi Rp 549,23 triliun. Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo mengatakan, tekanan pada laba bersih ini terjadi karena cost of fund yang meningkat.
"Dibandingkan tahun lalu, (cost of fund) meningkat. Tahun lalu 2,8% sedangkan tahun ini di level 3,2%," kata Anggoro ketika ditemui dalam konfrensi pers di Grha BNI, Jakarta, Selasa (23/7).
Selain itu, sebagian penyaluran kreditnya baru terjadi pada triwulan kedua 2019. Hal ini, menurut Anggoro, membuat pendapatan bunga pada paruh pertama tahun ini belum maksimal.
Namun demikian, Anggoro mengatakan, realisasi kredit yang tumbuh 20% tersebut menunjukkan fungsi intermediasi yang dijalankan BNI berjalan secara optimal. Hal itu seiring dengan upaya pemerintah yang terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ketidakpastian pasar keuangan global.
(Baca: BNI Perbesar Porsi Laba Ditahan untuk Jaga Kecukupan Modal)
Pertumbuhan kredit BNI didorong oleh pembiayaan pada korporasi yang mencapai 51,9% dari total portfolio kredit BNI. Hal ini sejalan dengan strateginya, yaitu menjaga komposisi kredit korporasi dalam kisaran 50% hingga 55% dari total kredit.
Untuk angka kredit seret alias non-performing loan (NPL), perusahaan mencatat perbaikan di level 1,8%. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, rasio NPL BNI berada di level 2,1%.
Tidak hanya itu, BNI juga tercatat mampu menjaga likuiditas di tengah kondisi pasar keuangan yang ketat. Hal tersebut tercermin dari dana pihak ketiga (DPK) yang mampu tumbuh 13%, menjadi Rp 595,07 triliun. Dari DPK ini, komposisi dana murah (CASA) mencapai 64,6%.
BNI mengantongi pertumbuhan pendapatan nonbunga alias fee based income sebesar 11,6%. Sebesar 96,5% dari pendapatan itu ditopang oleh recurring fee (pembayaran rutin) yang mencatatkan pertumbuhan 16,6% menjadi Rp 5,2 triliun. Pertumbuhan ini berkontribusi sebesar 21,6% terhadap total pendapatan operasional BNI pada Semester I tahun 2019.
(Baca: Kinerja Keuangan Triwulan I-2019 Bank Pelat Merah, BRI Paling Cuan)
Target BNI Hingga Akhir 2019
Anggoro mengatakan, BNI tetap menargetkan mampu mengantongi pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 13% hingga 15% hingga akhir tahun ini. Hal tersebut tidak berubah sejak awal tahun mengingat pada paruh pertama ini kredit sudah tumbuh 20%.
Namun, melihat kondisi yang ada, Anggoro mengatakan laba bersih BNI hingga akhir tahun ditargetkan hanya tumbuh 7% hingga 8%. Padalah seperti dalam catatan Katadata.co.id, BNI pernah menargetkan pertumbuhan laba bersih hingga akhir tahun ini sebsar 13% hingga 15%.